JABAR EKSPRES- Belakangan ini beredar video kemendag yang membakar barang thrifting senilai 10 miliar.
Disebutkan 730 bal pakaian, alas kaki tersebut di dapat dari supplier yang berlokasi di batam.
Pemusnahan ini dilakukan sebagai respon kemendag atas semakin marak nya perdagangan thrifting.
Kasus ini mengingatkan kembali akan impor pakaian dan sepatu bekas di Indonesia yang dijadikan ajang berburu pakaian branded yang murah.
Padahal di negara lain memandang barang bekas tersebut sebagai sampah atau limbah yang layak daur ulang.
Sebenarnya, barang bekas impor sudah dilarang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Impor.
Namun, menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag), meskipun pemerintah sudah berupaya membubarkan praktik jual beli barang impor bekas, praktik ini tetap akan selalu kembali menjamur.
Kegiatannya terorganisir dengan baik karena kalau kita razia di satu tempat, lalu sepi, lalu lanjut lagi. Kata Veri Anggrijono sebagai Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan.
Alasan barang imfor dilarang karena menurut Kemendag barang impor bekas ini sebenarnya memiliki persentase dapat digunakan kembali yang sangat kecil.
Jadi hanya akan menambah masalah sampah di Indonesia, Ini dibuktikan dari investigasi Reuters kepada dua orang pedagang thrift di Indonesia.
Mereka mengaku biasanya membeli dalam karung tanpa tahu isi karung tersebut dan membuang lebih dari setengahnya karena tak layak jual.
Hal itu juga yang akhirnya kegiatan jual beli barang thrift resmi di larang.
Belum lama ini pemerintah Indonesia resmi melarang serta akan menindak pedagang pakaian bekas impor ilegal atau thrifting di Indonesia.
Hal ini sudah disampaikan secara langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo yang meminta untuk menindak praktik bisnis pakaian bekas impor ilegal tersebut.
Dalam keterangan pers di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2025), Presiden Joko Widodo mengaku geram atas impor pakaian bekas. Bisnis tersebut dianggap mengganggu industri tekstil. Terlebih, bisnis itu disebut-sebut melibatkan aparat penegak hukum.