Dalam memproduski, Didin sekarang sudah mengadalkan bahan bakar LPG. Dia berhasil mengkonversi tungku pembakar dengan gas elpiji.
“Tungkunya beda, jadi kebanyakan perajin yang gulung tikar itu tidak punya tungku gas,” terangnya.
Dalam sehari bisa habis 15 tabung LPG. Itu untuk membakar ratusan buah yang telah dibuat.
Didin menambahkan, di tempat kerjanya ada beragam jenis yang dibuat setiap harinya. Mulai dari pot bunga, tempat duduk, hingga guci.
“Sekarang yang banyak adalah pot bunga,” sebutnya.
Hasil produksinya itu juga telah banyak beredar di sejumlah kota di Indonesia. Bahkan sudah sering kirim ke luar negeri.
Ada dua teknik pembuatannya. Yakni cetak dan manual. Masing – masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Biasanya keramik cetak akan lebih rapi dan tidak banyak menghasilkan pori – pori saat dibentuk. Namun ukurannya terbatas.
Sementara teknik manual cenderung lebih banyak pori pori. Tetapi dari segi ukuran bisa lebih fleksibel.
Didin menambahkan, kualitas yang dihasilkan juga dipengaruhi dari bahan baku. Perajin biasanya mengkombinasikan tanah liat dan kaolin untuk menghasilkan kualitas baik. “Bahan baku dari Sukabumi dan Belitung,” pungkasnya. (mg4/yan).