Pertumbuhan Ekonomi Meningkat, Pemprov Jabar Jangan Jumawa!

JABAREKSPRES – Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat pada 2022 ada mengalami kenaikan di angka 5,45 persen. Hal ini berdasarkan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat.

Dari sisi produksi, pertumbuhan itu banyak disumbang dari sektor lapangan usaha jasa perusahaan, sebesar 12,73 persen.

Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen ekspor Barang dan Jasa sebesar 11,10 persen.

Menaggapi kenaikan pertumbuhan ekonomi ini Sekretaris Komisi II DPRD Jawa Barat Yunandar Eka Prawira mengingatkan Pemprov Jawa Barat agar tidak terlalu jumawa.

Dia menilai angka pertumbuhan ekonomi itu tetap perlu dibandingkan dengan sejumlah angka indikator yang lain.

Misalnya dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) atau gini rasio.

“Jadi tetap perlu hati – hati, bisa jadi data makro kurang mencerminkan kondisi masyarakat,” terangnya ketika dihubungi Jabarekspres.

Politisi PDIP Jabar ini menyebutkan, untuk angka TPT Jawa Barat per agustus 2022 ada di 8,31 persen dari total 38,67 juta orang penduduk usia kerja.

‘’Jadi ini ada sekitar 1,02 juta orang terdampak Covid-19. Memang TPT turun, tapi pengangguran masih ada. Dan jumlahnya tidak sedikit,” jelas Yunandar.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat juga perlu dibandingkan dengan daerah lain. Sebab, jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi antar pulau malah tertinggi ada di Maluku dan Papua kemudian Sulawesi.

‘’Di sana angkanya 8,65 persen dan 7,05 persen. “Lihat juga perkembangan negara-negara di Asia,” imbuhnya.

Yunandar mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan capaian positif. Tetapi jangan sampai Pemerintah Daerah terlena untuk terus menciptakan kesejahteraan masyarakat yang merata.

Menurtnya, pemerataan ekonomi di Jawa Barat harus segera dilakukan. Sebab, di daerah Karawang dan Bekasi yang nampak banyak perusahaan atau industri tapi angka pengangguran masih tinggi.

TPT Karawang memcapai 9,87 sementara Bekasi di angka 10,31 persen.

Dengan begitu, bisa jadi industri banyak yang belum mampu menyerap maksimal tenaga kerja. Tergantikan dengan mesin, atau sektor Industri terkena dampak resesi yang berakibat peda pemutusan hubungan kerja.

Jika dibiarkan, lanjut Yunandar, konflik sosial akan berkembang di masyarakat. Ekstrimnya adalah meningkatnya angka kriminalitas.

‘’Sekarang sering terdengar masyarakat mengambil jalan pintas karena tidak memiliki pekerjaan atau usaha dengan berbuat kriminal,’’ pungakas Yunandar. (mg4/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan