Pernikahan Anak di Kota Bandung Jadi Sorotan

Dijelaskannya, ketika anak mengandung kandungan yang tidak direncanakan, pihak sekolah harusnya memberikan solusi bukan mengeluarkan korban tanpa ada kejelasan.

“Berarti hak anak untuk mendapatkan pendidikan itu dicabut, padahal harusnya bisa diberi pilihan untuk jenjang lulusan paketan,” jelas Antik.

“Selain itu, pemerintah di sini berperan untuk menyediakan fasilitas publik sebagai ruang gerak anak, agar anak-anak bisa berkegiatan penuh dan bersosialisasi,” lanjutnya.

Antik menilai, para pelajar yang menghabiskan waktu bersama pacar, potensi terjadi berhubungan intim cukup besar sebab rasa penasaran yang masih tergolong tinggi.

Karenanya, ketika remaja hanya fokus berhubungan dengan pasangan dan tidak dibarengi berkegiatan positif, maka dampak terjadinya hamil di usia anak tergolong besar.

Edukasi dan sosialisasi mengenai seksualitas juga harus dilakukan secara intens, supaya anak-anak paham dampak dan faktor apa saja yang perlu ditekankan,” ucapnya.

Bagi Antik, edukasi dan sosialisasi mengenai seksualitas tak hanya dilakukan di sekolah, namun juga lembaga terkait harusnya bisa memberi pemahaman bagi masyarakat secara umum.

Gunanya agar pemantauan baik di sekolah maupun lingkungan termasuk rumah, bisa diterapkan sebagai pencegahan terjadinya hubungan di luar nikah.

“Jadi sebelum melihat aturan dispensasi nikah, kita harus bisa pilah dulu latar belakang kenapa anak mengajukan dispensasi nikah,” imbuhnya.

Diketahui, secara aturan perkawinan tepatnya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.

Pada aturan tersebut, mengatur mengeani batas usia perkawinan yang mana sebelumnya batas minimal nikah bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun, kini telah diubah menjadi 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.

“Kemudian selain ada upaya penyelesaian, kemudian perlu diperhatikan upaya pencegahan apa yang sudah diterapkan pemerintah sampai sekarang,” pungkas Antik. (bas)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan