BANDUNG BARAT – Memasuki musim panen, harga jagung terjun bebas. Sejumlah petani di Desa Jayamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengeluhkan kondisi tersebut.
Seorang petani, Ade,38, mengungkapkan kali ini harga jagung paradon manis hanya sekitar Rp 3.000 per kilo, turun dari harganya, Rp 4.500 per kilogram. Tak heran jika para petani mengalami kerugian lantaran harganya terjun bebas. Mereka berharap ada keajaiban sehingga bisa kembali normal dan bisa mendapatkan keuntungan.
“Sepi peminat kalau sekarang, beda dengan tahun lalu,” kata Ade, Kamis (29/12/2022).
Ade menuturkan, harga jagung turun diperkirakan karena pasokan banyak. Semenjak bulan lalu, panen jagung berlangsung silih berganti di beberapa wilayah di Jawa Barat (Jabar).
“Biasanya bulan Desember ini para petani di luar Bandung Barat juga sama memanen jagung. Karena kan akhir tahun yah, suka ada aja yang pakai jagung untuk disajikan secara dibakar bersama keluarga,” jelasnya.
Rasa kecewa dengan penurunan harga itu, tak ditampik olehnya. Bukan hanya Ade, petani lainnya juga berusaha memanfaatkan sawah pada musim kemarau dengan menanami jagung, karena berharap bisa mendapatkan harga tinggi saat panen. “Tapi kenyataannya murah,” jelasnya
Apalagi pada musim tanam ini, banyak tanaman jagung yang terserang tikus dan belalang, sampai produktivitasnya turun hingga 40 persen. Dari lahan sekitar 10 hektare yang sebelumnya dihasilkan sekitar 20 ton jagung, saat ini hanya dihasilkan 12 ton jagung. “Bahkan banyak yang tidak panen,” jelasnya.
“Selain karena faktor pasokan, turunnya harga jagung diperkirakan karena pengaruh cuaca, yang belakangan ini sudah mulai hujan,” tandasnya.
Untuk diketahui, saat malam tahun baru biasanya masyarakat memanfatkan momen tersebut dengan melakukan bakar jagung.
Sehingga para penjual jagung kerap kebanjiran order lantaran banyak warga yang memborong jagung untuk mengisi pergantian tahun.
Tak heran jika permintaan tinggi ini tak sbanding dengan harga yang anjlok di kalangan petani membuat mereka harus menglus dada karena dirasa sangat merugikan. Petani kini putar otak agar harga bisa kembali stabil. (mg1)