Wacanakan Budaya Gastronomi, Sebagai Langkah Untuk Tekan Inflasi

Ia menyarankan supaya gerakan gastronomi bisa dihidupkan kembali. Gastronomi ini hubungan antara budaya dan makanan.

Budaya berdampak pada jenis makanan dan tipologi makanan. Benang merah dari Gastronomi ini yaitu meningkatkan literasi budaya makanan untuk meningkatkan subtitusi makanan maupun rantai pasoknya agar makanan dan sumber daya lokal menjadi pasar yang diterima oleh masyarakat.

Pegiat gastronomi dari Politeknik Pariwisata NHI Bandung, Darwis Triadi. Menurutnya, substitusi bahan pangan import sebenarnya sudah tersebar di Indonesia, terlebih lagi di Jawa Barat.

Penulis empat buku khazanah kuliner ini mengungkapkan adanya beberapa makanan lokal yang masih memakai bahan baku impor seperti tahu, tempe, dan kecap. Saat negara pengimpor menahan penjualannya, masyarakat kesulitan mencari tahu dan tempe.

“Tempe misalnya yang selalu menggunakan kedelai putih impor. Sebenarnya sangat bisa diganti dengan bahan polong-polongan lainnya. Demikian juga dengan bahan pangan lainnya. Kita memiliki semuanya bahan substitusi tersebut dengan kualitas gizi yang baik,” jelas Darwis.

Ia menyarankan supaya masyarakat kembali pada makanan lokal. Sebab, makanan lokal merupakan penciri identitas secara geografis dan habitat yang sesuai bagi seluruh makhluk yang ada di sekelilingnya. Tuhan sangat mengetahui kebutuhan yang terbaik untuk ketahanan dan kelangsungan ciptaannya di muka bumi.

“Contohnya saja spesies lalap. Saya meneliti ada 718 spesies lalap. Sedangkan untuk rujak ada 362 jenis. Untuk varietas padi juga banyak. Ragam varietas padi buhun mencapai 250-an jenis. Dua per tiga kategori padi huma. Sepertiganya kategori padi sawah. Begitupun umbi-umbian sumber karbohidrat sangat banyak variannya. Jadi, bila melihat keragaman tersebut, masyarakat Sunda tidak pernah khawatir. Para karuhun senantiasa menyesuaikan dalam pengonsumsiannya,” ujar pria kelahiran Cirebon ini.

Diakuinya, untuk memasyarakatkan kembali makanan lokal, perlu perjuangan keras karena mulai tergerus seiring gencarnya invasi budaya melalui teknologi informasi terutama di wilayah perkotaan. Di perdesaan memang masih tertahan karena melibatkan aspek budaya sebagai pengerat komitmen mereka terhadap warisan leluhurnya.

“Lakukan inovasi produk dengan semua bahan baku lokal sebagai substitusi. Penampilan sajian dan kemasan harus kekinian. Lakukan edukasi melalui literasi, media sosial, pameran-pameran, perlombaan-perlombaan, serta regulasi yang berpihak bagi para petani agar berdaya,” tambahnya memberikan cara memasyarakatkan kembali makanan lokal kepada generasi milenial.

Tinggalkan Balasan