Jabarekspres.com — Kondisi Indonesia saat ini bisa dinyatakan darurat kekerasan seksual. Pasalnya, terdapat peningkatan kasus yang sangat signifikan.
Hal itu diungkapkan Presidium Forum Politis Muda Indonesia (FPMI) Indri Hafsari dalam acara panel diskusi berjudul “kolaborasi multipihak untuk memperkuat implementasi UU TPKS” Jumat (25/11).
Indri menyebutkan, saat ini, jumlah kasus kekerasa seksual di Indonesia naik dua kali. Terlebih selama pandemi Covid-19 berlangsung. “Ini adalah situasi yang ironis, karena disaat dunia sedang gencar memerangi kekerasan berbasis gender, Indonesia masih harus bergulat dengan permasalahan kekerasan ini,” katanya.
Perempuan yang juga menjabat Wakil Sekretaris DPW PSI Jabar itu menekankan pentingnya untuk membenahi literasi masyarakat dan membangun kesepemahaman mengenai kesetaraan gender.
“Sejauh ini, kasus yang terjadi berawal dari ketimpangan relasi kuasa akibat budaya patriarki,” ungkapnya.
Menurutnya, peningkatan kualitas SDM yang menjadi salah satu fokus dari lima pilar pembangunan Presiden Jokowi tidak akan bisa maksimal jika masalah terhadap perempuan belum teratasi.
“Perempuan yang menjadi korban dari kekerasan paska kejadian tidak akan pernah sama lagi,” ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, dampak kekerasan akan berpengaruh pada fisik, psikis, sosial dan ekonomi korban. Tidak hanya pada korban seorang, dampak kekerasan seksual juga akan berdampak pada anak-anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh kekerasan.
“Mereka (anak-anak) bisa mengalami Adverse Childhood Experience (ACE’s) yang akan mempengaruhi perkembangan koqnitifnya (kecerdasannya), kesehatan, perilaku, dan pencapaian potensi hidupnya,” terang Indru.
Dia mengungkapkan, saat ini UU TPKS sudah disahkan. Namun, diperlukan aturan turunan sebagai pedoman tekhnis untuk mengimplementasikannya diberbagai daerah melalui Unit Pelaksana Tekhnis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya.
“Perlu kolaborasi multisektor bersama-sama mengambil peran untuk melawan kekerasan dengan mensosialisasikan UU TPKS,” ungkapnya.
Dia mengaku, FPMI sebagai wadah berkumpulnya politisi muda lintas parpol akan menjadi penggerak untuk mengkampanyekan anti kekerasan terhadap perempuan, memberikan edukasi di akar rumput dan mengajak sektor-sektor terkait dari unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas dan media berkolaborasi untuk memerangi salah satu sumber masalah yang menghambat kemajuan bangsa ini.