Cegah Apatis Pelajar pada Politik, DPR Minta Pendidikan Politik Masuk Kurikulum

Jabarekspres.com – Saat ini sikap apatis generasi muda terhadap politik terus meningkat. Sehingga, sosialisasi pendidikan politik perlu dilakukan di masyarakat termasuk di lembaga pendidikan atau sekolah.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Yanuar Prihatin dalam diskusi bertajuk “Pemilih Pemula dan Potensi Kaum Muda sebagai Bonus Demografi untuk Kemajuan Bangsa”, di Tangerang Selatan, Banten.

Di lansir dari ANTARA Yanuar menilai perlu ada langkah peningkatan pendidikan dan pengetahuan politik bagi generasi muda di lingkungan lembaga pendidikan seperti sekolah dan kampus.

”Langkah itu, sebagai upaya untuk mengatasi salah satu persoalan meningkatnya apatis generasi muda terhadap dunia politik,” katanya.

Menurutnya, Kementerian Pendidikan perlu mempertimbangkan kurikulum yang mengandung aspek politik yang bisa menjadi pengetahuan politik bagi pelajar.  ”Sosialisasi dan pendidikan politik perlu ditingkatkan termasuk di lembaga pendidikan dan sekolah,” ujarnya.

Dia mengatakan, ada beberapa penyebab munculnya fenomena sikap apolitis di kalangan generasi milenial. ”Pertama, rendahnya sosialisasi dan pendidikan politik yang dilakukan pemerintah, partai politik, dan penyelenggara pemilu,” terangnya.

Menurut dia, hal itu dapat dilihat dari rendahnya anggaran sosialisasi di Kementerian Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu, serta minimnya program bagi anak muda yang dibuat parpol. ”Kedua, aspek sistemik, terlihat dari anak sekolah yang tidak kenal nama-nama menteri, partai politik. Itu menunjukkan tidak adanya kesinambungan dalam kurikulum di sekolah,” ujarnya.

Ketiga menurut dia, berubahnya orientasi pandangan generasi muda yaitu politik menjadi opsi terakhir mereka sebagai pilihan dalam hidupnya.  Dia menilai hal yang diminati kalangan generasi milenial adalah terkait gaya hidup, kemapanan, dan kebebasan sehingga tidak ada yang terkait politik.

”Keempat, politik dianggap tidak kompatibel karena ada gap dengan anak muda. Pergeseran tersebut menjadi poin penting, ada perbedaan patron klien,” katanya.

Dia menegaskan, harus ada orientasi patron bagi kalangan milenial sehingga elit politik harus adaptif terhadap isu generasi muda yang identik dengan dunia kreatif dan imajinatif. ”Penyebab kelima menurut dia, saat ini akses informasi yang beredar di masyarakat lebih beragam sehingga membuat orang memilih mana yang paling dianggap benar,” pungkasnya. (Ant/ziz)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan