BANDUNG – Pasar Gedebage masih berjibaku dengan masalah sampah. Mulai dari lama pengangkutan petugas kebersihan, menutup drainase hingga sebabkan banjir, serta masalah retribusi yang kian tahun naik.
Para pedagang, bukan saja meradang. Melainkan sudah berada di tahap bosan untuk memberi tanggapan. Diki Riswandi, (27), menyebut, bahkan sang atasan atau pemilik kios sudah kadung kesal.
Terlebih, katanya, kenaikkan retribusi sampah saat ini sudah menyentuh Rp15 ribu per hari. Angka tersebut berlaku sejak awal tahun 2021 lalu. Tepat di tengah ganasnya pandemi, di tengah ekonomi masyarakat yang sedang turun.
“(Tapi, red) malah kayak enggak ada perubahan. Kadang 3- 4 bulan tidak diambil. Ini saja sudah 2 bulan dianggurin,” kata Diki kepada Jabar Ekspres di kiosnya, Selasa (25/10).
“Enggak ditarik-tarik, sempat kapan hari, sekitar 15 meter panjangnya. Belum lagi tingginya juga lumayan menggunung. Apalagi di belakang, tempat pembuangan sampah, juga banyak (sampah) dari luar (pasar),” imbuhnya.
Penjaga kios yang menjajakan pisang itu, mengaku, para pedagang sebetulnya sudah melakukan protes kepada pengelola pasar. Namun, tidak ada perubahan menyoal masalah sampah ini.
“Malahan saat (petugas) ngangkut sampah, kami (pedagang) harus memberi iuran lagi. Sukarela, tapi harus bayar minimal Rp300 ribu, pakai backhoe (beko),” ketusnya.
“Kesel, ya, kesel. Tapi bagaimana, sudah biasa. Sudah males ngomong, atasan saya juga. Apalagi sekarang pasar masih sepi, enggak ada yang belanja,” ujar Diki.
Dirinya menuturkan, pendapatan terjun bebas tiap bulan. Pada saat masa normal, per malam saja, keuntungan yang diraup bisa mencapai Rp8 juta atau bahkan lebih. Namun saat ini, Rp4 juta saja tidak sampai.
“Di bawah 20 persen ada, keuntungan. Sekarang mah balik modal juga, sudah alhamdulillah,” jelas pemuda yang berjualan sejak 2010 tersebut.
“Dari tahun 2010, masalah masih seperti ini. Enggak ada yang bisa menuntaskan. Sampah dan banjir tidak ada perubahan,” sambungnya.
Naasnya, pemerintah, beber Diki, bukannya bersikap tegas soal penanganan sampah, malah cenderung menyalahkan para pedagang. Padahal pedagang, tidak bisa berbuat apa-apa.
“Malah nyalahin pedagang. Katanya, simpan (sampah) dimana saja. Padahal menumpuk, (gara-gara) jarang diangkut. Dua bulan, tiga bulan (baru) diangkut,” ungkapnya.