Pendanaan Program Perubahan Iklim Masih Timpang

“Saya fokus meneliti pemanfaatan biogas untuk penyediaan listrik dan pengembangan sekolah, dan ini cukup meragukan bagi GCF, karena mereka cenderung menginginkan projek yang memiliki skala luas sehingga promosi yang mereka lakukan dapat lebih masif,” kata Samantha.

“Jadi saya harap kedepannya akan lebih banyak perubahan dalam pendanaan sehingga ini bisa mencangkup lebih banyak projek bukan hanya dalam skala besar tapi juga projek yang lebih kecil,” harapnya.

Solusi yang dapat didorong untuk mengatasi ketimpangan ini adalah dengan memperbanyak isu cross-cutting yang merupakan hasil penggabungan antara isu mitigasi dan adaptasi. Kementerian Keuangan, kata Joko, juga terus mendorong pengawinan dua isu ini demi mengurangi ambuguitas dan meningkatkan efektivitas program.

Namun jika dilihat di lapangan, Indonesia dinilai belum dapat memaksimalkan penyerapan dana untuk perubahan iklim, baik mitigasi maupun adaptasi, terlebih cross-cutting. Sebagai penghubung resmi antara Indonesia dan GCF, BKF memiliki memiliki tugas utama, salah satunya menerjemahkan apa yang menjadi ranah prioritas GFC yang sesuai dengan fokus program nasional.

“Kami juga bertugas membuat No-Objection Letter (NOL), yang nantinya akan diberikan setelah proposal dianggap sesuai dengan country direction program atau prioritas nasional, sebelum dilanjutkan oleh Accredited Entity untuk pengajuan ke GCF,” jelasnya.

PR besar yang perlu segera diatasi para peneliti Indonesia adalah pembuatan proposal yang cocok dengan sektor yang diprioritaskan GFC. Proposal yang mampu menonjolkan alasan dan data dampak perubahan iklim menjadi kunci jitu untuk dapat mendapatkan bantuan pendanaan, kata Joko.

“Karena mereka (GFC) tidak ingin membawa data dampak non-climate, entah itu pembangunan, sosial, itu mereka tidak mau. jadi ini memang terkesan ada bounderingnya sendiri, khusus untuk climate saja,” tegasnya.

Trik jitu lainnya adalah dengan menekankan hasil (outcome) yang dapat diintervensi dari proyek atau program yang akan diajukan. GFC, sambung Joko, sangat mendorong terciptanya perubahan sisten dan mekanisme untuk menekan dampak perubahan iklim, maka proposal yang mampu menampilkan paradigma tersebut memiliki peluang besar untuk diterima.

“Karena sebenarnya GCF ini sangat fleksibel pembiayaannya dan bisa dipakai untuk kepentingan apapun, selain karena GCF itu sangat suka pada proposal yang bisa memunculkan potensi bisnis berkenjutan dan promote country ownership,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan