JAKARTA – Penyebab harga BBM naik. Indonesia bersama banyak negara di dunia sedang cemas, harga-harga komoditas pokok seperti salah satunya adalah harga minyak mentah dunia terus menanjak.
Kenaikan harga sejumlah komoditas itu tentunya akan mempengaruhi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti di dalam negeri.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, dua faktor fundamental yang beberapa penyebab yang mempengaruhi penyesuaian harga BBM yang naik di Indonesia.
Pertama disebabkan karena harga minyak mentah dunia berpotensi mengalami kenaikan lagi hingga US$ 100 per barel karena keputusan OPEC+ memotong produksi hingga 2 juta barel per hari (bph).
Kedua, melemahnya Rupiah yang tercatat saat ini mencapai Rp 15.300-an per Dolar Amerika Serikat (AS). Karena minyak mentah untuk Indonesia sebagian besar adalah impor dan dibeli dengan dolar AS, maka tentunya akan mempengaruhi pengeluaran negara
“Saya pikir yang juga fundamental mempengaruhi harga keekonomian BBM khususnya Pertalite adalah stabilitas nilai tukar kita. Nilai tukar Rupiah kita kan sekarang sudah 15.300 masih ada risiko lemah,” ungkap Abra Talattov, Peneliti Indef, dikutip Selasa 11 Oktober 2022.
Tekanan ini, jelas Abra, dapat menyebabkan risiko efek ganda. Sebelumnya, di tahun terakhir, beban sulit turunnya harga BBM relatif hanya satu, yaitu masalah harga minyak mentah yang tinggi. Jika melihat ke depan, menurut Abra, risiko akan bertambah pada nilai tukar Rupiah yang menurun. Hal itu merupakan salah satu faktor yang jadi penyebab harga BBM naik.
Abra menambahkan, risiko yang dihadapi bukan mengenai harga BBM Subsidi yang turun, melainkan kenaikan harga yang justru akan terjadi. Hal ini dapat terjadi dengan asumsi pemangkasan minyak mentah, geopolitik global yang memanas, dan nilai tukar Rupiah yang terus tertekan.
Di sisi lain, Abra menilai, pemerintah perlu mengantisipasi risiko ganda ini, sesuai dengan APBN yang di tahun depan akan memasuki tahun konsolidasi.
“Volumenya misalnya, untuk volume Solar maupun Pertalite sudah ditetapkan, tetapi risiko peningkatan biaya produksi ataupun harga masih tinggi,” jelas Abra. (bbs)