JAKARTA – Untuk meningkatkan produktivitas buah, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura telah melakukan berbagai macam langkah dalam bentuk program.
Direktur Buah dan Flortikultura Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Liferdi Lukman mengatakan, untuk mewujudkan produktivitas buah, Kementan telah membentuk Kampung Buah di seluruh Indonesia.
Selain itu, menumbuhkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di kampung tersebut, serta membangun sistem digital yang mumpuni.
‘’Ini dilakukan untuk mendukung peningkatan produktivitas buah di dalam negeri,’’ kata Liferdi dalam keterangannya, Jumat, (7/10).
Menurutnya, Konsep Kampung Buah terkonsentrasi di satu desa minimal 10 hektare. Satu desa satu varietas atau jenis (One Village One Variety).
Cara pendekatan ini dibuat karena pengalaman selama ini kawasan yang sudah dibangun sebelumnya belum memenuhi kriteria skala ekonomi.
Akhirnya tidak efisien dan efektif. Kala biaya produksi terlalu tinggi, tidak menarik bagi eksportir, bagi pedagang. Ini yang kami rumuskan (ulang pendekatannya).
Liferdi mengungkapkan, Jumlah Kampung Buah pada 2021 sebanyak 862 dan di tahun 2022 sebesar 766.
“Di kampung-kampung ini ataupun food estate, kalau sudah tersedia produksi, maka kami kumpulkan UMKM agar nanti dari produksi yang sudah dihasilkan ini bisa menaikkan nilai tambahnya,” ujarnya.
Tahun ini Kementan menargetkan 60 UMKM untuk dikembangkan di kampung-kampung buah yang sudah ada saat ini.
Berdasarkan data Ditjen Hortikultura, jumlah produksi buah nasional mencapai 26,5 juta ton pada tahun lalu, dengan angka ekspor yang relatif kecil: 52,4 ribu ton.
Untuk itu pendirian kampung buah ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri di satu sisi, di sisi lain juga untuk menambah kapasitas ekspor.
Lebih lanjut Liferdi mengatakan, konsumsi buah masyarakat Indonesia baru mencapai setengah dari standar yang ditetapkan Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi buah masyarakat Indonesia dari 2016 sampai 2020 baru 36,3 kilogram per kapita per tahun. Sementara standar FAO sebesar 73 kilogram per kapita per tahun.
Idealnya kita penuhi konsumsi sesuai standar FAO, kemudian kita tingkatkan ekspor. Lalu kita kurangi impor sampai neraca kita positif. Konsekuensinya.