Silat Panglipur, Berkaitan Erat dengan Sejarah Bandung hingga Perpaduan Berbagai Ilmu Bela Diri

Di tengah puluhan murid silat Panglipur yang hilir mudik usai lakukan Napak Tilas, Asep melanjutkan, dua tokoh yang kala itu diundang untuk menghibur Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema V karena sedang sakit, pertunjukkannya dianggap menjadi pelipur lara atau pelipur hati sang tokoh besar Bandung tersebut.

Seakan mengajak Jabar Ekspres membayangkan masa lalu, Asep menggerakkan dua tangannya sambil menceritakan sejarah Panglipur tahap demi tahap.

Keilmuan Panglipur merupakan perpaduan dari aliran besar di Jawa Barat dan Sumatra Barat, yaitu dari aliran-aliran sumber pencak silat di Jawa Barat yang dikenal dengan aliran Cimande yang didirikan oleh Eyang Kahir pada 1700 samai 1789, aliran Cikalong yang didirikan oleh H Ibrahim pada tahun 1816 sampai 1906.

Perpaduan dari aliran Cimande dengan aliran yang dibawa dari Sumatera Barat oleh Bang Kari dan Bang Madi yang lebih dikenal dengan aliran Kari Madi, aliran Syabandar yang didirikan oleh Haji Kosim pada tahun 1766 hingga 1880, aliran Sera yang didirkan oleh Bapa Sera, tokoh dari Banten yang menggabungkan aliran Cimande dengan aliran dari Aceh, serta Aliran Betawi yang merupakan gabungan antara aliran Cimande, Sera, Kari Madi, dan dengan bela diri lain yang dibawa oleh para pendatang dari bangsa imigran China, Arab, dll yang menetap di Jakarta pada saat itu.

Memasuki tahun 1909, Abah Aleh mendirikan perguruan pencak silat di Kota Bandung tepatnya di Gang Durman yang berada di sekitar Pasar Baru Bandung, kemudian pindah ke Jalan Imam Bonjol No. 38.

Pada saat itu perguruan pencak silat yang didirikan Abah Aleh belum mempunyai nama. Dari tahun ke tahun perguruan pencak silat asuhan Abah Aleh ini semakin berkembang

“Akhirnya diberikanlah nama oleh beliau (Aria Adipati Wiranatakoesoema V) ke dua tokoh ini. Ke rombongan pencak dari Abah Aleh itu Panglipur Galih dan kecapi suling dari Abah Halim itu Panglipur, sampai akhirnya mereka diskusi dan bertukar nama,” ujar Asep yang berdiri tegap seolah pendekar perang.

Dia sebagai generasi ke-4 Panglipur bersama murid perguruan, mengaku merasa tersentuh dengan sejarah tersebut. Maka momentum HJKB ke-212 secara mendadak mensinergikan melalui Napak Tilas.

Writer: Yanuar Baswata

Tinggalkan Balasan