BANDUNG – Pasokan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kian menipis. Sementara harga minyak mentah subsidi melonjak tajam. Akibatnya, pemerintah berencana membuat kebijakan harga BBM naik. Tujuannya, agar beban anggaran terhadap subsidi tidak terlalu bengkak.
Pakar ekonomi Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi menilai rencana kenaikan harga BBM dirasa kurang tepat. Sebab, saat ini sejumlah komoditas pangan tengah meroket.
“Tentu tidak tepat menaikan bbm saat ini. Karena saat ini komoditas mengalami kenaikan. Sedangkan pendapatan tidak mengalami kenaikan,” kata Acuviarta di Kota Bandung, Selasa (30/8).
Menurutnya, kenaikan harga BBM cendrung tepat usai harga komoditas stabil. Terlebih, terlihat penyumbang angka inflasi tidak menunjukan pada komuditas. Sehingga ada penyesuaian pendapatan masyarakat untuk tahun depan.
“Menunggu inflasi diluar BBM bisa stabil. Jadi saya kira yang paling logis itu awal tahun. Harusnya. Kita sambil melihat kenaikan pendapatan masyarakat. Ditambah daya beli masyarakat sudah terpuruk,” cetusnya.
Saat ditanya soal dampak terburuk untuk masyarakat jika BBM naik, dirinya mengatakan, akan berdampak pada berbagai sektor. Sebab, bakal dibebankan pada biaya produsen.
“BBM ini bahan bakar kendaraan, dia juga berkorelasi nantinya kepada harga komuditas lain. Sebab, dalam rangka distribusi dan logistik tergantung pada bahan bakar,” kata dia.
“Satu sisi, bukan berarti masyarakat tidak mau membeli BBM nonsubsidi, tapi pengaturan dari sisi keuangannya juga dipertimbangkan,” tambahnya.
Selain itu, kenaikan BBM pun bakal berpengaruh terhadap naiknya angka inflasi. Sebab, saat ini sejumlah komoditas seperti: cabai merah, cabai rawit, bawang merah, serta bawang putih kian merangkak naik.
“Saya tidak bisa membayangkan, tentu harga pangan tidak stabil dan cenderung meningkat, inflasi besar, kemiskinan bertambah, daya beli masyarakat turun sampai pengangguran tinggi,” tandasnya.
Sekedar diketahui, Pertalite menjadi BBM andalan masyarakat Indonesia. Setiap tahun mengalami kenaikan. Tercatat, dari tahun 2017 hingga 2021: 14,5 juta KL, 17,7 juta KL, 19,4 juta KL, 18,1 juta Kl dan 23 juta KL.
Sementara berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kosumsi masyarakat terhadap Pertalite di tahun 2021 hampir mencapai 80% atau sebesar 23 juta kiloliter (KL) diantara BBM lainnya. Seperti: Pertamax, Pertamax Turbo dan Premium.(win)