Dinas P2KBP3A Kabupaten Bandung Akui 2021 Terjadi Peningkatan Kekerasan pada Perempuan dan Anak

JabarEkspres.com, SOREANG – Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Bandung mengaku siap beri perlindungan pada korban kekerasan.

Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Bandung, Muhammad Hairun, mengatakan bahwa setiap korban kekerasan baik perempuan atau anak-anak akan diberikan fasilitas lengkap.

“Metode Dinas P2KBP3A melalui UPTD PPA (Unit Pelaksana Tugas Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak),” kata Hairun saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Dia menerangkan, metode tersebut jika dalam perlindungan terhadap korban kasus kekerasan, pihaknya menyiapkan selter atau rumah singgah.

Hairun menambahkan, selain rumah singgah, pihaknya juga secara penuh menyiapkan tim dokter, psikolog hingga advokat bagi korban kekerasan.

“Jadi setiap yang kita tangani itu merupakan korban rujukan dari kepolisian, bisa berupa trauma healing hingga perlindungan lainnya,” ucapnya.

Menurut Hairun, konseling dan trauma healing sangat dibutuhkan bagi korban kekerasan, sebab berpotensi mengalami stres dan tekanan jiwa yang tinggi.

Terkait kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dia mengaku di wilayah Kabupaten Bandung masih kerap terjadi.

“Jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak pada tahun 2020 sebanyak 82 kasus,” imbuhnya.

Hairun melanjutkan, untuk 2021 kasus kekerasan mengalami peningkatan dengan catatan 85 perkara.

“Sedangkan untuk 2022 masih dalam pendataan, belum ter-cover semua,” tukasnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Gender dan Anak UNPAD, Antik Bintari menilai, kekerasan terhadap perempuan dan anak masih jadi ancaman tak hanya di Kabupaten Bandung, bahkan di Indonesia.

“Jadi perempuan, anak, lansia serta disabilitas adalah kelompok rentan yang sering kali menjadi sasaran (kekerasan termasuk seksual),” tutur Antik.

“Memang semua ruang publik di Indonesia ini belum aman, termasuk sekolah,” tambahnya.

Antik menyampaikan, sampai saat ini masih banyak lembaga serta instansi pendidikan di Indonesia yang dinilai tidak ramah anak dan gender.

Padahal, menurutnya aturan mengenai perlindungan perempuan dan anak sudah banyak tertuang dalam undang-undang, seperti perlindungan anak, sistem pendidikan, hingga undang-undang tindak pidana kekerasan seksual untuk sekarang.

Karenannya, Antik berharap supaya semua ruang publik terutama di lingkungan pendidikan, agar para pendidik serta pemangku aturan dapat menerapkan peraturan negara sebagaimana mestinya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan