TASIKMALAYA – Ketua Dewan Pengawas (Dewas) RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya Dr H Undang Sudrajat mengungkap besaran utang Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya kepada RS pada akhir Juni 2022 ini mencapai Rp20 Miliar.
Utang tersebut merupakan utang jasa pelayanan ke RSUD dr Soekardjo. Undang juga merinci besaran utang masing, yakni pemkot memiliki utang sebesar Rp15 miliar. Sedangkan Pemkab Tasikmalaya mencapai Rp4,6 miliaran.
“Untuk pembayaran utang tersebut tidak ada kepastian. Kondisi tersebut menyebabkan operasional RSUD dr Soekardjo kelimpungan,” ujarnya kepada Radar, Minggu 3 Juli 2022.
Utang tersebut bekas dana kesejahteraan sosial atau biaya pasien warga Tasikmalaya ke RSUD dr Soekardjo dengan menggunakan keterangan tidak mampu.
Rp 20 miliaran itu merupakan akumulasi utang dari tahun lalu dan tahun ini sampai Juni.
“Tahun 2021, utang Pemkot Tasikmalaya sebesar Rp8,4 miliar, sedangkan Pemkab Tasikmalaya tahun lalu sebesar Rp2,4 miliar,” katanya.
Hal yang membuat RSUD waswas, pada tahun 2022, Pemkot Tasikmalaya tidak menganggarkan biaya tersebut. Sementara, warga berobat menggunakan keterangan tidak mampu sampai sekarang terus berjalan.
Menurutnya, dua hal yang mesti mendapat perhatian, baik dari eksekutif maupun legislatif. Pertama, berapa batasan anggaran untuk dana kesejahteraan sosial ini. Karena sampai sekarang tidak ada batasan. Hal ini akan membuat beban rumah sakit kian berat.
“Seharusnya dewan dan eksekutif membahas berapa batasan anggaran disepakati. Apakah sampai Rp15 miliar atau berapa? Sehingga, ada kepastian. Saya kira tidak bisa anggaran satu kegiatan tanpa batasan,” analisisnya.
Kedua, kata Undang, mesti ada kepastian pembayaran utang tersebut. Sebab, apabila tidak ada kejelasan bisa-bisa RSUD bangkrut. “Karena dari sisi beban biaya akan semakin besar, tapi pemasukan minim,” keluh Undang.
Pihak Dewas RSUD sendiri sudah melaporkan hal tersebut ke Pemkot Tasikmalaya. Mereka berharap ada keputusan yang jelas, apalagi saat ini dari sisi operasional RSUD sudah terbilang kelimpungan.
“Banyak rencana perbaikan tak bisa dilakukan karena tidak ada anggaran. Banyak alkes maupun sarana pendukung harus diganti, tidak dilakukan. Karena uang tak ada,” bebernya.