Jabarekspres.com — Liberty (baca: kebebasan) merupakan suatu gagasan yang sangat penting dan paling utama dalam diskursus politik.
Dalam sistem demokrasi yang dianut negara-negara Barat, liberty adalah basis utama dalam human rights (baca: hak asasi manusia).
Baik human rights dan liberty, keduanya selalu berjalan seiringan. Keduanya merupakan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.
Melihat sejarahnya, human rights dan liberty bukanlah sesuatu terberi (given). Kendati Deklarasi HAM Universal menyatakan bahwa hak asasi manusia dan kebebasan merupakan sesuatu yang melekat dalam diri seseorang, namun sejarah mencatat bahwa keduanya diraih dengan perjuangan berdarah-darah.
Perjuangan tersebut, sejarah mencatat, merupakan perjuangan menentang kekuasaan otoriter atau fasisme; perjuangan melawan kekuasaan absolut monarki; perjuangan menentang penindasan sosial-ekonomi-politik terhadap kaum perempuan; perjuangan menentang sistem perbudakan, prejudice, dan kemunafikan.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan liberty?
Seorang filsuf pada abad ke-20 bernama Isaiah Berlin membagi dua jenis kebebasan. Pertama, kebebasan positif; kedua, kebebasan negatif.
Kebebasan negatif adalah suatu bentuk kebebasan sepanjang tidak ada hambatan yang menghalangi Anda untuk melakukan apa yang Anda ingin lakukan.
Seorang pemikir asal Inggris bernama Tom Stoppard memberikan analogi yang bagus untuk menjelaskan kebebasan negatif. Kebebasan negatif adalah “kebebasan di mana Anda bisa bernyanyi sekeras mungkin di kamar mandi Anda tanpa campur tangan atas kebebasan bagaimana tetangga Anda di sebelah bernyanyi di kamar mandi miliknya,”.
Sedangkan kebebasan positif adalah suatu bentuk kebebasan atau otonomi yang mengizinkan Anda memenuhi potensi diri Anda yang terbaik. Jadi, Anda diizinkan sepenuhnya untuk memilih nilai yang Anda tentukan sendiri.
Dengan kata lain, jika kebebasan negatif merupakan “kebebasan dari….”, maka kebebasan positif adalah “kebebasan untuk….”.
Seorang penyair asal Inggris John Milton pernah mengatakan dalam karyanya berjudul Areopagitica (1644): “Berilah aku kebebasan untuk mengetahui, untuk berbicara, untuk berdebat secara bebas, di atas nama kebebasan.” Dengan itu ia sedang menentang sensor yang dipraktikkan kekuasaan pada zamannya.
Menurut Isaiah Berlin, kebebasan positif itu lebih penting daripada kebebasan negatif.