BANDUNG – Pada masa pemerintahan Hindia Belanda sempat tercipta suatu pemukiman chinese atau pecinan di Kota Bandung. Hal ini terjadi lantaran dua faktor, yakni politik dan sosial.
Pertama, perihal faktor sosial. Pemerintah Hindia Belanda memiliki peraturan atau kebijakan yang mengatur soal hunian. Di mana pemerintah menempatkan orang-orang berdasarkan golongan dalam satu wilayah.
Hal tersebut terjadi pula misalnya di Kota Bandung. Pemerintah menempatkan orang Eropa di kawasan Bandung Utara. Sementara untuk orang lokal atau Indonesia menempati wilayah Bandung Selatan.
“Faktor politik, pemerintah Hindia Belanda menempatkan orang Asia Timur, termasuk chinese (orang Tionghoa) di sekitaran Alun-alun Bandung dan Bandung Barat. Semenjak itulah terjadi sebuah pemukiman pecinan,” ucap tour guide Cerita Bandung, Fei Aryani kepada Jabar Ekspres, belum lama ini.
Kedua, faktor sosial. Kawasan pecinan di Kota Bandung pun tercipta atas dasar kemauan orang-orang Tionghoa. Mereka tidak protes terhadap peraturan yang ditetapkan. Justru sebaliknya, mereka dan keturunannya menerima dengan tangan terbuka.
“Karena mereka merasa aman ketika berada di dekat seseorang yang mereka kenal, dekat, kerabat. Makanya mereka menuruti peraturan politik tadi,” kata Ci Fei, sapaan akrabnya.
“Jadi, misalkan mereka mendapatkan kesulitan atau masalah, mereka bisa dapat bantuan dari orang-orang mereka. Sebab mereka, kan, perantau dari jauh. Mereka lebih tenang berada di sekitar orang yang berasal dari satu kampung halaman,” imbuh storyteller walking tour ‘Pecinan Discovery’ ini.
Kendati begitu, lantaran profesi mereka di bidang perdagangan, muncul aturan baru dari pemerintah pada masa itu. Pemerintah Hindia Belanda mempersilahkan supaya mereka melakukan mobilitas.
“Mereka itu kebanyakan sebagai pedagang. Jadi mereka tidak bisa terus-terusan berada di komunitas mereka. Lantas terjadilah penyebaran orang-orang Tionghoa maupun keturunan di Kota Bandung,” lanjutnya.
Jadi, kata Ci Fei, tak ada wilayah di Kota Bandung yang bisa dikatakan sebagai komplek pecinan. Lantaran sempat terjadi penyebaran massa keturunan Tionghoa.
Mengutip perkataan sejarawan ahli Tionghoa, Sugiri Kustedja, dia mengatakan bahwa Kota Bandung ini tidak memiliki ‘pecinan’ yang amat kental.