“Seperti misalnya bangunan cagar budaya yang ada plakatnya gitu. Untuk sebagian orang, mereka masih belum pada ‘ngeh’. (Akhirnya) kebanyakan mereka yang sudah ikutan jadi tau,” sambungnya.
Kendati tampak serius, jalannya walking tour inipun sempat membahas soal urban legend atau cerita kontemporer menarik lainnya. Seperti saat menguak asal-usul penamaan Jalan Banceuy. Tak disangka, jalan tersebut, katanya, lahir dari para kusir kuda.
“Dahulu (wilayah Banceuy) ada Kantor Pos. Surat-surat itu dibawanya pakai kereta delman. Kereta ini biasanya beristirahat jauh dari lokasi pengambilan sumber air,” ucapnya.
Ci Fei menambahkan, di mana air tersebut digunakan para kusir untuk kebutuhan kereta kudanya. Misalnya untuk memandikan sang kuda itu sendiri maupun kereta rodanya.
“Pakai air yang berada di Cikapundung. Lokasi agak jauh. Mereka mengangkut air, kan, berat. Jadi mereka suka teriak ke temannya: ‘Bantuan cai, euy!’ (Bantu air!),” ujarnya.
“Sejak saat itulah tempat (istirahat) ini disebut Jalan Banceuy,” bebernya kepada para peserta walking tour saat berada di sekitar jalan tersebut.
Wisata yang dilakukan dengan jalan kaki ini pun, ungkap Ci Fei, tak selamanya berlangsung tanpa halang rintang yang menghadang. Laksana lagu lama yang berulang, masalah trotoar kurang memadai di beberapa titik Kota Bandung masih menjadi musuh bersama.
“Kalau walking tour itu, kan, jalan kaki. Terkadang trotoarnya enggak bagus. Kayak jembatan penyebarangan orang (JPO)-nya enggak ada. Jadi itu mungkin kesulitan kami untuk jalanin walking tour. Selain trotoar, JPO kurang memadai, banyak sampah juga. Sayang,” sesalnya.
Kendati begitu, Cerita Bandung tetap bisa hidup. Bahkan dengan tanpa adanya tarif yang dipatok bagi para peserta. Rute-rute selanjutnya telah dipersiapkan.
“Pay as you wish, peserta bayar seikhlasnya sesuai kepuasan mereka. Tidak ditarif. Pay as you wish, biasanya Sabtu dan Minggu. Bayar sesudah beres walking tour,” pungkasnya.
Dalam walking tour bertema Pecinan Discovery, para peserta menapaki tilas dengan rute yang dimulai dari Cikapundung River Spot, Jalan ABC, Gang Aljabri, Pasar Baru, Toko obat tradisional Babah Kuya, Cakue Oshin, Pasar Barabadan, Hotel Surabaya, Rumah pembuatan kompiah (makanan khas orang Hokkian), Saritem, Sukamanah, dan Vihara Satya Budhi.