Tuntut Cabut SK KHDPK, Forum Penyelamat Hutan Jawa Layangkan Petisi ke Jokowi

BANDUNG – Polemik atas diterbitkannya surat keterangan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan (LHK) no 287/2022 tentang penetapan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK), masih terus bergulir.

Kali ini penolakan datang dari Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ). Berlangsung di Gedung Indonesia Mengunggat, Kota Bandung, pada Jumat (20/5) siang, FPHJ melakukan pembacaan petisi penyelamat hutan jawa.

“Dengan semangat hari ini, momentum 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Di Gedung Indonesia Menggugat ini, kami menggugat kepada pemerintah supaya hutan dikembalikan kepada fungsinya,” ungkap Ketua FPHJ, Eka Santosa seusai pembacaan petisi.

Ia menambahkan, mereka menyatakan keberatan apabila hutan yang berfungsi lindung, keseimbangan, sumber yang mensejahterakan rakyat, bakal beralih fungsi.

“Keberatan. Diubah dan dibuat pengalihfungsian lahan dan diambil secara sporadis oleh pihak tertentu. (Pihak) yang belum teruji komitmen maupun programnya,” ungkapnya.

“Jangan sampai ini menjadi sebuah bentuk (mendukung) kepentingan-kepentingan orang atau sesaat, tetapi strategis ada pelumpuhan terhadap keberlangsungan masa depan hutan dan masyarakat kita,” tambahnya.

Pihaknya memaparkan, merujuk pada Permen P.39/2017 tentang IPHPS (Ijin Pemandaatan Hutan Perhutanan Sosial) dan SK Menteri LHK No. 287/2022 tentang KHDPK, serta fakta-fakta di lapangan bahwa keputusan tersebut menimbulkan kerusakan hutan.

Serta konflik sosial antar masyarakat dan juga antara masyarakat dan aparat Perhutani sehingga mempunyai kecenderungan yang tidak memperbaiki hutan Jawa tetapi justru menambah parahnya kerusakan hutan Jawa yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, sosial, politik dan keamanan.

“Oleh karena itu, kita tidak berbasa-basi. Hari ini ingin menyampaikan petisi kepada Presiden, ditembuskan ke gubernur se-pulau Jawa dan juga pimpinan DPRD di pulau Jawa, termasuk DPR RI,” kata Eka.

“Petisi ini akan kami sampaikan langsung, nanti akan ada juga delegasi yang disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat. Secara informal, saya kemarin sudah komunikasi dengan Gubenur Jateng, pada prinsipnya beliau setuju atas gerakan kami dan mempersilahkan kami untuk berdialog dengan masyarakat,” imbuhnya.

Berdasarkan informasi yang diterima Jabar Ekspres dalam keterangan resmi FHMJ, SK Menteri LHK No. 287/2022 menjadikan kawasan hutan pulau Jawa sebagai obyek agenda Reforma Agraria, dengan membagi-bagi hutan kepada masyarakat sebagai lahan garapan atau lahan pertanian, diindikasikan melanggar beberapa peraturan perundangan yang ada. Lalu melanggar prinsip good governance, serta berdampak negatif dan merugikan kepentingan daerah.

Tinggalkan Balasan