Dalam metode pembelajaran menghafal Al-Qur’an Braille, Samsul mengaku tak ada metode khusus. Para santri menghafal dengan dua cara: memperdengarkan murrotal quran dan terus memperlancar bacaan Al-Qur’an Braille.
“Baca-baca (Al-Qur’an Braille, red), lalu untuk yang belum lancar, perbanyak mendengar murrotal (quran) melalui speaker kecil yang disediakan,” sambungnya.
Pesantren Tunanetra Sam’an Darushudur pun mengampu satu kelas lainnya, yakni mubalighin. Berbeda dengan takhasus, santri dalam kelas ini memiliki fokus lain.
“Mereka setor cuma 3 kali. Jadi yang mereka hafalkan pun hanya juz 30 dengan surat-surat pilihan. Kemudian mereka diajari juga pelajaran lain, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, dan Fiqh,” ujar alumni UIN Sunan Gunung Djati tersebut.
Sementara itu untuk saat ini jumlah santri Pesantren Tunanetra Sam’an Darushudur yang menetap di pondok ada sebanyak 25 orang. Adapun para pengajar berjumlah kurang lebih sekira 14, mayoritas penyandang tunanetra.
Alumni yang Mengabdi
Ditemui seusai menguji para santri, Amin Rasyid, 23, sedikit menceritakan soal perjalanan singkatnya bisa mengemban pendidikan di pesantren tunanetra ini.
“Pertengahan 2019 masuk, beres (wisuda) tahun 2021. Sekarang saya mengabdi,” ujarnya.
Sederhana namun bersahaja, Amin memiliki motivasi yang tidak muluk-muluk. Seperti kebanyakan penghafal Al-Quran, ia berharap supaya hafalannya selama ini bisa menjadi penolong.
“Terutama bisa menjadi penolong di akherat kelak. Menjadi syafaat. Terutama, kan, salah satu keutamaannya bisa memberikan kebanggaan kepada orang tua nanti di akherat. Memberikan mahkota,” ungkap pemuda asal Tasikmalaya tersebut.
Kendati begitu, tak ada yang namanya keberuntungan pemula untuk Amin. Lantaran baginya, Al-Quran Braille memiliki kesulitan tersendiri.
“Alhamdulillah banyak kesulitan (baca Al Quran Braille, red). Kan dulu, belum bisa. Pas awal masuk sini, belum pernah baca Al-Quran Braille. Justru di sini pertama kali,” imbuhnya.
Bahkan, ia mengaku bahwa sampai sekarang pun masih belum mahir membaca Al-Quran Braille.
Menurutnya, kepekaan jemari atau telunjuk sangat diuji ketika membaca braille. Terlebih yang dibaca bukan hanya huruf Bahasa Arab saja, tetapi juga mesti memperhatikan harakat. Hal ini salah satu penyebab Amin sedikit lambat membacanya.