JAKARTA – Seorang Pakar hukum menilai adanya kasus korban pembegalan di Lombok NTB tersebut, justru harus membuat masyarakat harus berani melawan begal.
Diketahui, kasus korban begal di lombok NTB yang ditetapkan menjadi tersangka menjadi viral di media sosial.
Banyak menilai bahwa korban begal tersebut tidak bersalah, ia terpaksa melakukan pembunuhan terhadap dua begal tersebut untuk sebagai pelindungan diri.
Kejadin tersebut korban begal ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan dan diamankan oleh kepolisian,
Namun masyarakat bertanya tanya bagaimana hukum di Indonesia? apakah membela diri hingga menyebabkan kematian termasuk pidana?
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Hibnu Nugroho mengatakan masyarakat harus berani melawan ketika bertemu begal di jalan.
“Kalau ada begal, lawan, karena itu bagian mempertahankan hak diri, hak atas kesopanan, dan hak untuk hidup. Kita jangan membiarkan orang melakukan kejahatan yang akan mengganggu ketenteraman,” kata Hibnu Nugroho dikutip dari ANTARA pada Sabtu, (16/4).
Lanjutnya, Polisi harus memetakan area rawan begal dan masyarakat juga harus bisa melawan para begal.
Menurutnyam melawan dalam keadaan tersebut dapat berarti menghindar dengan tidak menyerang, kemudian memberikanya kepada penegak hukum.
“Kalau perlu, orang yang melawan begal mendapatkan penghargaan dari polisi, jangan dibalik-balik,” katanya
Hibnu pun menyoroti kasus yang dihadapi Murtede alias Amaq Sinta (34), warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang sempat ditahan oleh penyidik polres setempat setelah menjadi tersangka karena membunuh dua begal dan melukai dua begal yang lain.
Terhadap perkara tersebut, kata dia, harus dikaji dari segi ilmu pengungkapan perkara, yaitu ilmu forensik. (Fin-red)