BANDUNG – Beberapa waktu lalu sempat ramai menjadi perbincangan terkait imbauan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi perihal larangan tempat makan termasuk warteg untuk buka saat siang hari pada bulan puasa Ramadhan.
Menanggapi hal demikian, Ketua Umum MUI Jabar, Rachmat Syafe’i mengatakan bahwa tindakan seperti penutupan tempat makan itu kurang elok dengan cara dakwah pihaknya.
“Pada seluruh masyarakat khususnya pengurus MUI, tindakan seperti itu tidak sesuai dengan kewenangan dalam berdakwah,” kata Syafe’i, Minggu (3/4).
“Karena untuk melakukan hal seperti itu kewenangannya ada pada pemerintah, bukan ulama. Ulama itu mengajak kepada kebaikan, kemaslahatan dengan cara-cara yang santun,” imbuhnya.
Jadi, lanjutnya, rencana larangan warteg buka seperti tersebut tidak sesuai dengan pola dakwah yang digariskan oleh MUI.
Tindakan seperti itu, kata Syafei, merupakan contoh dakwah yang hanya ciptakan situasi tidak kondusif.
“Dari dulu juga saya mengimbau untuk tidak melakukan hal seperti itu (penertiban rumah makan pada bulan puasa, red),” jelasnya.
“Kalau ‘amar maruf nahi mungkar’ itu betul, tapi kalau melaksanakan razia atau sweeping itu bukan kewenangannya MUI,” ungkapnya.
Ia menambahkan, maka pihaknya pun tidak menganjurkan untuk penertiban maupun melarang tempat makan dan restoran buka pada saat bulan puasa.
“Saya mengimbau untuk tidak melakukan hal seperti itu. Hari ini (kemarin, red) saya akan membuat imbauan karena banyak hal yang sudah offside,” pungkasnya.
Tak hanya itu, Syafei menambahkan, supaya para pengurus MUI diimbau untuk tidak turun ke jalan melakukan penertiban atau sweeping rumah makan. (zar)