Jabarekspres.com – Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral atau ESDM memperkirakan harga keekonomian atau batas atas BBM jenis Ron 92 atau Pertamax bisa tembus 16 Ribu per Liter pada April 2022 mendatang. Harga Pertamax naik ini karena harga minyak mentah dunia masih tinggi di atas US$100 per barel.
Menurut Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi, konflik antara Rusia dan Ukraina menjadi pemicu utama. Harga minyak mentah dunia terus meningkat. Stok minyak mentah dari Rusia dan Kazakhstan terganggu akibat kerusakan pipa Caspian Pipeline Consortium. Sehingga pasokan ke Uni Eropa berkurang.
Kenaikan harga minyak mentah dunia juga berpengaruh terhadap harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP). ICP tercatat sebesar US$114,55 per barel pada Kamis (24/3). Angkanya melonjak dari rata-rata ICP Februari 2022 yang hanya US$95,7 per barel.
“ICP bulan Maret 2022 masih terpantau tinggi. Sejak akhir tahun 2021, ICP memang merangkak naik, dan makin meningkat sejak akhir Februari saat konflik Ukraina dan Rusia,” kata Agung dalam keterangan resmi.
Pjs. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, Pertamina saat ini masih berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai keputusan tersebut. “Sedang kami koordinasikan dengan stakeholder terkait untuk penyesuaian harga Pertamax,” kata dia saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (28/3).
Irto pun tidak bisa memperkirakan kapan pembahasan tersebut selesai. Namun menurut dia, alam menentukan perubahan harga BBM. Pertamina harus melakukan diskusi dan pertimbangan dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan lainnya.
Di sisi lain, desakan agar harga Pertamax naik semakin menggema. Pemerintah di nilai harus segera menaikkan harga BBM RON 92 milik Pertamina agar beban APBN tidak semakin berat dan kinerja keuangan perusahaan juga akan tertekan.
“Saya kira tidak ada cara lain selain melakukan penyesuaian harga untuk BBM umum mereka terutama untuk Pertamax,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, beberapa waktu lalu.