RANCAEKEK – SDN 07 Rancaekek masih berupaya bangkit pasca musibah bencana banjir yang sempat melanda pada 13 Maret 2022 lalu, kini kondisinya masih terkubur lumpur.
Banjir yang menerjang itu disebabkan karena curah hujan tinggi serta jebolnya tanggul di Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Besarnya arus banjir dan meluapnya Sungai Cikeruh, akibatkan SDN 07 Rancaekek ludes tergenang hingga merusak buku dan bagian bangunan.
Pasca dilandanya musibah banjir, SDN 07 Rancaekek kembali lakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi siswa pada Kamis (17/3) kemarin.
Akan tetapi, dari jumlah 490 murid, tidak seluruh siswa SDN 07 Rancaekek bisa mengikuti KBM dengan sistem Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Hal itu disebabkan dari sebanyak 12 kelas, hanya 5 ruangan yang layak digunakan untuk aktivitas KBM, meski pembelajaran tak didukung bangku serta meja belajar.
Melalui pantauan Jabar Ekspres di lokasi, lumpur masih menutupi area lapang SDN 07 Rancaekek dan ratusan buku terlihat rusak akibat basah serta menempel terkena lumpur.
Tak hanya itu, di beberapa bagian sekolah seperti tembok serta pintu kelas, terlihat kondisinya rusak akibat besarnya terjangan banjir.
Di salah satu ruangan terlihat kegiatan KBM tengah berlangsung yang diawasi oleh Guru Kelas 5 SDN 07 Rancaekek, Dede Yulianti dan Ressy Aprianty.
Dede mengatakan, akibat banjir yang merusak fasilitas sekolah, maka KBM sebetulnya dilakukan secara daring sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
“Jadi sampai beres ini dulu kelasnya, kalau udah ada beberapa yang beres baru boleh dipakai bergiliran,” kata Dede kepada Jabar Ekspres di lokasi, Rabu (23/3).
Dia menjelaskan, karena sebelumnya para siswa sudah pernah melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) maka pada pelaksaannya tidak ada kendala.
“Jadi kita tinggal melanjutkannya sistem kemarin (PJJ) seperti itu. Anak-anak sudah paham belajar daring dan sudah mengerti tugasnya seperti apa,” ujarnya.
Dede menerangkan, guna memaksimalkan KBM, para murid yang melakukan pembelajaran daring dibagi per kelompok dengan jumlah 5 sampai 6 siswa.
Menurutnya, pembagian kelompok sebagai siasat apabila ada siswa yang terkendala gawai atau tidak mempunyai akses internet.
“Sekelompok itu yang rumahnya dekat biar bisa menanyakan atau belajar bareng. Jadi dikelompokkan itu dilihat dari jarak rumahnya,” ucap Dede.