BANDUNG – Mahasiswa Universitas Inaba korban ‘drop out‘ sepihak, Muhammad Ari, selesai menjalani sidang gugatan menuntut rektor supaya mencabut sanksi tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Kota Bandung, Selasa (22/3).
Dalam persidangan itu, Wakil Rektor Bidang Operasional dan Kemahasiswaan Universitas Inaba, Mukti Ali berdalih, pihak kampus dan yayasan mengambil keputusan tersebut lantaran aksi bakar ban yang sempat terjadi saat demonstrasi.
Adapun aksi yang diikuti Ari itu terjadi pada pertengahan tahun 2021. Protes dengan melakukan aksi bakar ban ini ternyata menjadi persoalan pihak kampus. Muhammad Ari yang terlibat dalam aksi ini dituding telah merusak fasilitas.
“Bakar (ban, red) di lapangan, rusak gak? Ban dibakar logikanya tidak rusak, tapi catnya rusak enggak?” ucapnya seusai persidangan, Selasa (22/3).
“Kalau dianggap cat tidak rusak itu berarti seperti kalau kamu punya kertas nih saya coret-coret, kertasmu gak rusak, gak robek, tapi bisa dipakai gak kertasmu? Ini logika-logika cara berpikir,” tambahnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga merunutkan sejumlah alasan lain terkait sikap Ari yang dianggap ‘wajar’ apabila harus diberi sanksi drop out.
Dia dinilai sudah menghina dosen dengan tutur kata yang kasar, sekaligus mencemarkan institusi kampusnya. Lalu, aksi yang digelar para mahasiswa tersebut berlangsung tanpa kantongi izin kampus terlebih dahulu.
“Misalkan kalau Anda dikatakan cemen, (ditanya, red) anda laki atau perempuan, Nah itu kan menghina. Sedangkan di peraturan kode etik itu diatur, tata cara bicara dengan dosen diatur, tata cara bicara dengan sesama mahasiswa itu diatur,” pungkasnya.
Menanggapi pernyataan pihak kampus, kuasa hukum Muhammad Ari, Rangga Rizki Pradana mengaku, para peserta aksi dan Ari justru baru mengetahui terkait alasan-alasan tersebut.
Rangga menambahkan, dalam sidang gugatan PTUN ini, pihaknya akan berusaha membuktikan bahwa tuduhan kampus tidak benar. Diharapkan apabila persidangan dimenangkan pihaknya, rektor bisa mencabut keputusan DO sepihak tersebut.
“Kita ingin membuktikan bahwasannya tuduhan-tudahan atau dalil-dalil yang didalilkan tergugat ini tidaklah benar. Pelanggaran tersebut juga dilakukan tanpa adanya klarifikasi undangan sehingga langsung diberlakukan skorsing dan DO. Harapannya hakim mampu memutuskan dengan melihat fakta-fakta dari pembuktian saksi-saksi yang kita hadirkan, untuk mencabut SK DO,” ujarnya.