Jabareksprescom – Pawang hujan Mandalika menjadi perbincangan di media sosial Indonesia dan luar negeri. Pawang hujan ini menjadi tren perdebatan karena muncul di gelaran MotoGP di Mandalika, NTB, Minggu (20/3).
Pawang hujan Mandalika bernama Rara Istiani Wulandari atau akrab di sapa Mbak Rara ini. Selain menjadi perbincangan di antara warganet, akun resmi MotoGP di Twitter juga ikut mengomentari aksi Mbak Rara.
Sebagian orang percaya bahwa turunnya hujan merupakan penanda datangnya rezeki. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, turunnya hujan terkadang justru di hentikan oleh seseorang yang di sebut pawang hujan.
Di Indonesia, pawang hujan adalah sebutan bagi seseorang yang di percaya memiliki ilmu gaib dan dapat mengendalikan cuaca, seperti hujan.
Umumnya, pawang hujan mengendalikan cuaca dengan memindahkan awan. Biasanya, jasa pawang hujan di gunakan untuk acara-acara besar dan penting, seperti pernikahan, konser musik, dan bahkan gelaran olahraga.
Keberadaan pawang hujan di Nusantara merupakan fakta yang hingga kini sulit terelakkan. Kepercayaan kepada kemampuan semacam itu hampir ada di setiap daerah.
Dahulu kala, pawang hujan atau disebut shaman ini tugasnya tidak hanya memanggil atau menghentikan hujan, tetapi juga menjadi tabib atau mengobati orang sakit. Intinya, ia bertugas menghubungi dewa-dewa.
Sebelum Homo sapiens berevolusi, ada keinginan bawaan untuk mengalami hubungan langsung dengan dewa, leluhur, dan penghuni dunia roh lainnya. Salah satu media yang digunakan shaman untuk berkomunikasi adalah tanaman.
Menurut US Forest Service, budaya paling kuno di Afrika, Eropa, Asia, Australia, dan Amerika dan sepanjang waktu hingga zaman pra-industri, banyak klan, sekte, dan suku yang mengonsumsi tanaman untuk penggunaan spiritual dan/atau obat.
Di Indonesia, pawang hujan di anggap sebagai “pekerjaan”. Banyak nama-nama pawang hujan di Indonesia yang sudah sangat terkenal, seperti Mbak Rara.
Menurut jurnal OBJEK-OBJEK DALAM RITUAL PENANGKAL HUJAN oleh Imaniar Yordan Christy, tradisi tolak hujan juga di kenal dalam tradisi Kejawén (Jawa).