5 Mitos tentang Puisi

Tentu saja, sajak yang bagus pun bisa berarti sajak yang dapat mengundang kita untuk berpikir dan merenung. Jelasnya, sajak yang baik adalah sajak membuat kita mikir.

Sajak-sajak Goenawan Mohamad adalah contoh-contoh sajak yang memantik kita untuk berpikir. Misal, bait pertama dari sajaknya berjudul “Dingin Tak Tercatat” membuat kita mengernyitkan kening. Dingin macam apa yang tidak bisa tercatat pada termometer? Bait terakhir sajak itu bahkan akan membuat kita termenung: “Tuhan, kenapa kita bisa/bahagia?

4. Ia itu kegalauan

Ketika seorang menulis puisi, kita sering menganggapnya sedang galau. Dengan kata lain, kita menganggap orang lain sedang gundah gulana hatinya ketika mereka menulis puisi.

Padahal tidak seperti itu. Justru sajak merupakan gambaran kejernihan pikiran seseorang. Entah apakah sajak itu merupakan ungkapan pikiran atau perasaan, yang pasti ia merupakan hasil olah pemikiran. Bagaimanapun, menulis adalah aktivitas pikiran.

Menurut Sapardi, kita tidak akan bisa menulis puisi jika diri kita sedang dirundung oleh emosi. Artinya, kita harus berada dalam kondisi pikiran yang tentram untuk bisa menulis puisi.

5. Ia adalah kata-kata motivasi

Tidak. Sajak itu beda dengan kata-kata motivasi. Sajak mempunyai daya yang berbeda dengan kata-kata motivasi dalam hal menggerakkan atau menggairahkan.

Seorang penyair menulis sajak bukan untuk memberikan semangat terhadap pembacanya. Dalam sajak-sajak bergenre lirisisme, kita akan melihat bahwa sajak adalah penggambaran pribadi atau kondisi batin yang sangat intim dari sang penyair.

Kita akan kebingungan ketika membaca karya-karya Sutardji jika tujuan kita membaca sajak adalah untuk mencari motivasi.

Demikianlah 5 mitos tentang puisi yang banyak kita dengar dari orang-orang. Perpuisian adalah hal yang sangat luas. Ia tidak selebar daun kelor.

Salam literasi!

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan