JAKARTA – Ferdinand Hutahaean di dakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan ujaran kebencian yang bermuatan SARA di media sosial serta melanggar tindak pidana informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Baringin Sianturi menyatakan, unggahan Ferdinand Hutahaean melalui Twitter dapat menyebabkan keonaran dan keresahan di tengah masyarakat.
“Terdakwa Ferdinand Hutahaean dilaporkan atas tindakan penyebaran berita bohong dan menyampaikan ujaran kebencian terhadap suatu golongan atau agama yang dianut di Indonesia melalui media sosial Twitter, sehingga menimbulkan keonaran dan keresahan dalam masyarakat,” kata Jaksa Baringin Sianturi membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/2).
Jaksa menyebut, unggahan Ferdinand berkaitan dengan kasus Habib Bahar bin Smith tersebut telah menciptakan rasa permusuhan.
“Bahwa isi dari tweet (cuitan) yang diunggah oleh terdakwa tersebut, menciptakan rasa permusuhan dan ketidaksukaan terdakwa terhadap Bahar Bin Smith yang sedang tersangkut masalah hukum, agar Bahar Bin Smith ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian,” papar Jaksa.
“Terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),” sambung Jaksa.
Jaksa juga mengungkapkan pegiat medsos ini didakwa telah sengaja mengeluarkan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan. Itu lantaran Ferdinand telah membuat cuitan yang dianggap menodai agama tertentu.
“Dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” ungkap Jaksa.
Atas dasar itu, Ferdinand dinilai telah menyatakan perasaan permusuhan atau penghinaan terhadap suatu golongan melalui akun Twitter. Perbuatannya dapat berpotensi memicu perpecahan antar golongan.
Ferdinand Hutahaean didakwa pertama Primer, dengan Pasal 14 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Kemudian subsidiair Pasal 14 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kedua Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kemudian, Pasal 156a huruf a KUHP dan Pasal 156 KUHP. (jawapos/ran)