JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut ada 198 pondok pesantren yang terafiliasi terorisme. Kementerian Agama buka suara.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, pernyataan BNPT itu perlu verifikasi.
“Verifikasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa nama-nama lembaga dalam data BNPT tersebut adalah pesantren,” Ali Ramdhani lewat siaran pers dikutip Jumat 4 Februari 2022.
Ramdhani mengatakan, verifikasi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah nama yang terdata BNPT itu adalah pesantren yang memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama atau tidak.
Saat ini, sudah lebih kurang 36ribu pesantren yang terdata memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama.
Meski demikian, kata Dhani, tidak semua pesantren yang ada saat ini memiliki izin dari Kemenag.
“Karena itu, kami perlu klarifikasi dengan BNPT untuk memastikan data itu apakah semuanya pesantren yang terdaftar atau tidak,” tuturnya.
Dia melanjutkan bahwa klarifikasi dan verifikasi juga penting dilakukan untuk memastikan pesantren yang teridentifikasi BNPT itu apakah memenuhi arkanul ma’had (rukun pesantren) atau tidak.
“Jika tidak terdaftar dan tidak memenuhi arkanul ma’had, tentu tidak bisa disebut pesantren, dan tidak boleh beroperasi atas nama pesantren,” tegasnya.
“Jika teridentifikasi ada pesantren yang terdaftar dan terbukti berafilisasi dengan jaringan terorisme, tentu kita beri sanksi tegas hingga pencabutan izin,” sambungnya
BNPT Minta Maaf
Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar memohon maaf atas ucapannya tentang pondok pesantren terafiliasi terorisme.
Permohonan maaf disampaikan saat melakukan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Kantor MUI, Jakarta pada Kamis kemarin.
“Saya selaku Kepala BNPT menyampaikan juga permohonan maaf karena memang penyebutan nama pondok pesantren ini diyakini memang melukai perasaan dari pengelola pondok, umat Islam yang tentunya bukan maksud daripada BNPT untuk itu,” kata Boy, dikutip Jumat (4/2)
Dia menjelaskan soal Pondok Pesantren terafiliasi terorisme, bukan di maksud adalah lembaganya. Tetapi pada individu di dalam pesantren.
“Adalah ada individu individu yang terhubung dengan pihak pihak yang terkena proses hukum terorisme,” ucapnya.
Dia mengatakan, apa yang dia sampaikan berdasarkan data-data yang dirangkum selama 20 tahun dari proses penegakan hukum. .