JAKARTA – Non-Fungible Token (NFT) berpotensi menjadi tempat cuci uang hasil tindak korupsi atau yang lainnya. Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar.
“Mengenai NFT, ini berkas digital yang identitas dan kepemilikannya unik diverifikasi pada block chain atau buku besar digital. Ini tentu saja sangat berpotensi untuk digunakan dalam pencucian uang,” ujar Lili Pintauli Siregar dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26/1).
Dia mengatakan, modus pencucian yang bisa terjadi adalah, seseorang bisa membuat NFT. Setelah itu bisa dibeli dengan uang hasil tindak pidana.
“Seseorang juga bisa membuat NFT ini dan membelinya dengan uang haram,” katanya.
Wakil Ketua KPK ini menuturkan, untuk mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang lembaga antirasuah bisa melakukan penelusuran Non-Fungible Token ini dengan menggunakan teknologi blockchain.
“Tentunya KPK bisa menelusurinya ke depan dengan menggunakan teknologi blockchain juga,” ungkapnya.
Diketahui, Non-Fungible Token mengemuka setelah pemuda bernama Ghozali berhasil menjual foto selfie miliknya selama 5 tahun seharga miliaran rupiah sebagai produk NFT di OpenSea.
Ghozali menyediakan sebanyak 933 foto selfie untuk dikoleksi. Mulanya, harga untuk mengoleksi 1 selfie Ghozali hanya sebesar 0.001 ETH atau sekitar Rp 45.000.
Non-Fungible Token adalah barang digital yang dapat dijual belikan menggunakan teknologi blockchain. NFT diperdagangkan melalui platform khusus, layaknya cryptocurrency.
Sesuai dengan kepanjangannya Non-Fungible Token, yaitu sesuatu yang sepadan akan ditukar dengan barang yang setara. (jawapos/ran)