Ketika dia meneriakkan kata, “Asyhadu an Ia“ ilaha iIllallah, seluruh isi Kota Madinah berlarian ke arah suara itu.
Ketika mengumandangkan, “Asyhadu anna Muhammadan Rasullulah” Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.
Semua menangis, teringat masa-masa terindah bersama Rasulullah, Tangis Umar ibn Al-Khaththab paling keras. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan azannya.
Lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu, Madinah mengenang saat masih ada pria paling mulia dimuka bumi ini.
Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Rasullulah. Dan azan itu, azan yang tak bisa dirampungkan dan merupakan azan terakhirnya.
Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan azan. Sebab, kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang mengangkat derajatnya menjadi begitu tinggi.
(Dikutip dari buku At Tribute Jamil Azzaini, Co- writer : Sofie Beatrix)