Sempat Kontroversial, Itong Isnaeni Pernah Terima Sanksi, Ini Penyebabnya

JAKARTA – Nama Itong Isnaeni mencuat seusai Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ini terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun sebelum ramai oleh kasus penangkapannya tersebut, Itong dikenal sebagai hakim yang memiliki rekam jejak kontroversial.

Selama berdinas di PN Surabaya, Itong pernah membuat putusan-putusan kontroversial. Salah satunya, dia pernah menghukum tiga terdakwa mafia tanah enam bulan penjara. Tiga orang itu adalah Djerman Prasetyawan, Samsul Hadi, dan Subagyo.

Mereka sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam program pemberantasan mafia tanah Polda Jatim.

Jaksa penuntut umum Darwis langsung mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Surabaya. Ketika itu, Darwis menuntut Djerman dan Subagyo pidana 3,5 tahun penjara, sedangkan Samsul Hadi pidana 2,5 tahun penjara. Itong dalam perkara tersebut menjadi ketua majelis hakim. “Jauh sekali dari rasa keadilan,” kata Darwis.

Putusan lain yang kontroversial adalah perkara permohonan praperadilan yang dimohonkan Budhi Santoso. Perkara nomor 38/Pid.Pra/2021/PN.Sby itu sebelumnya disidangkan hakim lain.

Dalam perkara tersebut, Itong berduet dengan panitera pengganti Hamdan. Perkaranya sama persis dengan perkara nomor 32/Pid.Pra/ 2019/PN.Sby yang disidangkan hakim tunggal Johanis Hehamony.

Sebelumnya, hakim Johanis mengabulkan permohonan Budhi yang meminta surat penghentian penyidikan perkara (SP3) terbitan Polda Jatim dalam kasus dugaan penipuan investasi bodong PT Rimba Hijau Investasi (RHI) dengan kerugian sekitar Rp 700 juta dinyatakan tidak sah. Hakim Johanis dalam putusannya membatalkan SP3 dan meminta penyidik membuka kembali kasus itu.

Namun, Itong menyidangkan lagi permohonan tersebut. Dalam putusannya pada 3 Januari lalu, Itong sebagai hakim tunggal menjatuhkan putusan yang bertolak belakang dengan putusan hakim sebelumnya. Yakni, menolak permohonan itu dan menyatakan SP3 sah. Dia juga meminta penyidikan dihentikan.

John Sumarna, pengacara pemohon, menyebut keputusan Itong kontroversial. Sebab, perkara yang sama sudah diperiksa sebelumnya. “Jujur, saya tidak menyangka praperadilan itu akan ditolak,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Menurut dia, alasan SP3 kedua tidak berbeda dari yang pertama. Yakni, penyidik menilai tidak cukup bukti. “Seharusnya tidak perlu disidangkan lagi. Hakim cukup mengeluarkan surat ketetapan bahwa perkara sudah pernah diperiksa,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan