BANDUNG – Meski sudah diterapkan di 2.500 satuan pendidikan yang tergabung dalam program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan pada tahun 2021, tetapi mulai tahun ini, satuan yang tidak termasuk boleh terapkan Kurikulum Prototipe. Tanpa seleksi.
Hal tersebut bersamaan dengan kebijiakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang memberikan tiga opsi kurikulum yang dapat diterapkan satuan pendidikan dalam pembelajaran.
Diantaranya kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum prototipe. Adapun kebijakan itu bakal mulai diberlakukan pada tahun 2022 hingga 2024,
Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan dari kurikulum 2013 yang mulai diterapkan pada tahun 2020 saat pandemi Covid-19. Sementara kurikulum prototipe merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek.
“Tidak ada seleksi sekolah mana yang akan menggunakan kurikulum prototipe, namun yang kami lakukan hanya pendaftaraan dan pendataan. Sekolah-sekolah dapat menggunakan kurikulum prototipe secara sukarela tanpa seleksi,” ujar dia dikutip, Rabu (19/1).
Supriyatno mengatakan, salah satu karakteristik kurikulum prototipe adalah menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk mendukung pengembangan karakter sesuai dengan profil Pelajar Pancasila.
Dalam kurikulum tersebut, sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah.
Pembelajaran berbasis proyek dianggap penting untuk pengembangan karakter siswa karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman.
“Mereka mengalami sendiri bagaimana bertoleransi, bekerja sama, saling menjaga, dan lain-lain, juga mengintegrasikan kompetensi esensial dari berbagai disiplin ilmu,” kata Supriyatno.
Penerapan kurikulum itu untuk pemulihan pembelajaran juga mendapat dukungan positif dari anggota Komisi X DPR RI, Dewi Coryati. Ia menuturkan, peserta didik maupun pendidik harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mengejar ketertinggalan dalam pembelajaran.
“Seperti kata Charles Darwin, bukan yang terkuat yang menang, bukan yang terbesar yang bertahan, tetapi yang mampu beradaptasilah yang akan mampu bertahan,” tandasnya. (jp/zar)