JAKARTA – Selain vaksin, beragam obat untuk terapi pengobatan pasien Covid-19 kini semakin tersedia, salah satunya yakni obat Molnupiravir asal Amerika Serikat. Obat tersebut efektif bagi pasien gejala ringan sedang yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Berkaca dari puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian Delta pada 2021 lalu, ketersediaan obat juga menjadi fokus Kementerian Kesehatan. Pada awal 2022, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien Covid-19 gejala ringan. Obat ini telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi dalam negeri pada April atau Mei 2022 oleh PT Amarox.
Selain Molnupiravir, Kemenkes juga akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari. Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata hingga ke apotek-apotek.
“Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotek-apotek sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan resmi Kemenkes, Selasa (18/1).
Menkes Budi juga meminta PT Amarox juga bisa memproduksi Paxlovid untuk menghadapi pandemi berikutnya. Ia mengatakan Indonesia saat ini sedang dalam tahap masuk ke gelombang berikutnya varian Omicron. Diperlukan ketersediaan obat Covid-19 untuk membantu penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.
“Beberapa varian obat yang pasti kita butuhkan adalah obat-obat anti virus seperti Favipiravir dan juga Molnupiravir. Kalau kita bisa dengan segera mendapat akses ke obat-obat tersebut akan sangat membantu untuk penanganan Covid-19 ini,”
Indonesia, lanjutnya, merasa sangat penting bukan hanya ketersediaan obat Covid-19 tapi juga pembuatan obat dilakukan di dalam negeri. Berdasarkan pengalaman sebelumnya saat terjadi lonjakan kasus di beberapa negara, Indonesia mengalami kesulitan dari logistik pengiriman obat-obatan ke Indonesia.
“Ini jadi penting sekali kalau kita bisa memproduksi obat dalam negeri dan manufacturing nya juga dibangun di sini,” tuturnya
Laporan Reuters, obat baru Merck, molnupiravir, dipelajari pada tahun 2019 oleh sebuah perusahaan nirlaba yang terkait dengan Emory University. Ketika molnupiravir bertemu dengan gen virus, itu mendatangkan malapetaka, yang menyebabkan sejumlah mutasi baru. Virus baru sering dibiarkan tidak dapat bereplikasi. Tujuannya menipu Covid-19.