Mengamati fenomena perkembangan pengelolaan satuan pendidikan saat ini, semua mata tertuju pada Finlandia sebagai negara yang berhasil memacu diri untuk dapat sejajar dengan negara-negara maju lainnya.
Kemunculan Finlandia sebagai negara terdepan dalam keberhasilannya dalam pengelolaan satuan pendidikan, pada awalnya membuat sebagian orang tercengang karena selama beberapa tahun ke belakang, negara ini tidak termasuk hitungan akan menjadi negara yang berhasil dalam pengelolaan ranah pendidikan.
Namun, fenomena menyeruaknya Finlandia sebagai negara yang dianggap paling berhasil dalam pengelolaan kebijakan satuan pendidikan merupakan kenyataan yang tidak bisa disangkal oleh siapa pun.
Kemunculan Finlandia menjadi negara maju dengan mengedepankan keberhasilannya dalam pengelolaan pendidikan, telah membuktikan bahwa kemajuan bangsa yang selama beratus tahun ke belakang, dipahami dengan kepemilikan sumber daya alam dapat terpatahkan.
Saat ini, pandangan telah berubah bahwa keberhasilan suatu bangsa harus ditopang oleh keberadaan daya dukung dari kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, untuk mewujudkannya perlu dilakukan melalui keseriusan penerapan pendidikan seperti yang diterapkan Finlandia pada beberapa tahun belakangan ini.
Kini pendidikan dipahami sebagai investasi masa depan bangsa. Berdasarkan kesadaran tersebut, bangsa Indonesia harus bergerak cepat untuk mengejar ketertinggalannya dengan menempatkan pendidikan sebagai core pembangunan bangsa. Untuk mengejar ketertinggalannya, Indonesia berupaya melakukan perbaikan dalam pengelolaan ranah pendidikan. Perbaikan tentunya dilakukan dari hulu sampai dengan hilir.
Perbaikan dilakukan terhadap berbagai kebijakan, di antaranya dengan penerapan kebijakan Merdeka Belajar sebagai jargon berbagai elemen kebijakan pendidikan. Berbagai elemen yang memungkinkan menjadi faktor pendukung kemajuan pendidikan dikemas melalui konsep Merdeka Belajar.
Salah satu yang memungkinkan dilakukan di antaranya mendorong implementasi pendidikan oleh satuan pendidikan dengan pendidik sebagai ujung tombaknya. Kebijakan pendidikan harus mengarah pada upaya mendorong peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thingking skill), melahirkan kreativitas, mendorong peserta didik untuk menemukan pengetahuan yang dibutuhkannya (engagement), melahirkan kemandirian peserta didik, mendorong kerja sama di antarmereka, serta membangun kemampuan dasar peserta didik (aptitude) dan menumbuhkembangkan sikap (attitude) melalui pembelajaran kontekstual (contectual teaching-learning).