Kawal Hingga ke Pengadilan, Kasus Pencabulan Terhadap 3 Santri di Kabupaten Bandung

SOREANG – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung menyikapi kasus yang menjerat pelaku oknum guru ngaji yang melakukan pencabulan 3 santriwati, yang diajarnya, di Pondok Pesantren (Ponpes) wilayah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.

Ketua KPAD Kabupaten Bandung Ade Irfan Al Anshory menegaskan, saat ini KPAD sudah menyampaikan permintaan kepada Kemenag Kabupaten Bandung untuk memberikan sanksi tegas pada lembaga keagamaan termasuk pesantren, di mana oknum pengurusnya melakukan dugaan kekerasan seksual.

“Saya sudah sampaikan kepada Kemenag Kabupaten Bandung untuk memberikan sanksi tegas pada lembaga keagamaan termasuk pesantren yang pimpinan atau oknum ustad-nya melakukan dugaan pencabulan, dan atau kekerasan seksual kepada anak,” tegas Ade Irfan saat di konfirmasi, Sabtu (8/1).

Dikatakan Ade, kasus pelecehan seksual kerap terjadi di lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan. Namun, kata Ade, baru viral saat ini.

“Ya memang ini kesekian kalinya terjadi, tapi memang baru kali ini viral di media sosial. Ini menurut informasi yang masih saya lakukan pendalaman. Apakah ini hanya sifatnya pencabulan, namun pencabulan juga ini sifatnya tetap bagi korban ini ada perlakuan khusus,” kata Ade.

Berdasarkan temuan dan pengawasan di lapangaan, lanjut Ade, tepatnya saat KPAD Kabupaten Bandung melakukan pendampingan, diduga korban dari kasus kekerasan seksual terhadap santri bisa jadi lebih dari tiga orang.

“Menurut pengakuan korban, memang terjadi persetubuhan tiga orang santriwati, tapi hasil pengawasan kami justru lebih dari tiga orang. Namun kemungkinan tidak berani mengakui, karena takut tercemar namanya,” tutur Ade.

Selain itu, Ade mengatakan, usai kejadian pencabulan itu, kini korban mengalami beban psikis yang cukup berat. Bahkan, lanjut Ade, ada salah satu korban yang mengalami pingsan, apabila mengingat aksi bejat oknum Pengurus Pesantren tersebut.

“Justru, traumanya yang bahaya, kalau ingat itu ada korban yang sampai pingsan terus,” ujarnya.

Dikatakan Ade, sebetulnya pelapor keluarga korban bukan orang tuanya. Mungkin orang tua takut. Yang telah diamati dari kasus-kasus sebelumnya, rata-rata biasanya orang tua itu justru banyak ancaman dari pelaku. Bahkan, kata Ade, pelaku meminta menghentikan laporanya kepada keluarga korban.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan