PENIPUAN berkedok sex phone dibongkar Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau.
Dari kasus tersebut, terungkap bahwa tak hanya melakukan penipuan, para tersangka yang berjumlah 10 orang ini menggencarkan pemerasan pada sang korban.
Adapun, pihak kepolisian berhasil meringkus sebanyak 10 tersangka yang terdiri dari 1 orang perempuan dan 9 orang laki-laki.
Dilansir Jawa Pos, kesepuluh tersangka tersebut merupakan warga negara asing yang berasal dari Tiongkok dan Vietnam.
Berdasarkan keterangan Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol Harry Goldenhardt. Para tersangka merupakan warga negara Tiongkok dan Vietnam. Mereka berinisial TTP, LH, MXJ, ZW, ZCG, LYW, TXQ, MTY, WB, dan MXW.
“Bahwa benar tim Subdit V Ditreskrimsus Polda Kepri telah berhasil mengamankan 10 orang tersangka di perumahan Palazzo Garden Kota Batam atas dugaan Tindak Pidana Penipuan Dan Pemerasan Dengan Modus Sex Phone,” kata Harry kepada wartawan, Jumat (7/1).
Dalan kasus ini, penyidik menyita barang bukti berupa beberapa laptop dan handphone. Alat elektronik itu digunakan oleh 10 orang tersangka untuk melakukan aksinya.
Setiap pelaku memiliki peran yang berbeda-beda. Seperti TTP berperan sebagai ikon yang melakukan video call sex (VCS). Sedangkan tersangka lainnya yang melakukan tindakan pemerasan terhadap korban, dan mencari calon korban.
“Para tersangka melakukan aksinya sejak bulan Agustus 2021 dan mereka sudah berada di Indonesia sejak 6 bulan yang lalu,” imbuh Harry.
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes Pol Teguh Widodo mengatakan, kasus ini terungkap berdasarkan informasi masyarakat. Setelah dilakukan penyelidikan, petugas berhasil menangkap 10 tersangka.
“Setelah dilakukannya pemeriksaan terhadap 10 orang tersangka ini mereka berasal dari China dan Vietnam yang di duga melakukan Tindak Pidana Penipuan Dan Pemerasan Dengan Modus Sex Phone melalui aplikasi Wechat,” kata Teguh.
Adapun para korban kebanyakan merupakan warga negara Tiongkok. Oleh karena itu, berkas pemeriksaan kasus ini akan diserahkan kepada pihak Imigrasi untuk ditindaklanjuti.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
