Dari Penanggulangan Hutan Rusak, Hasilkan Kopi Berkualitas

“Kendala ekspor yaitu kopi ini yang seharusnya ke Perancis di September, bisa berangkat di Oktober. Jadi jadwalnya berubah terus, karena ada pandemi dan mungkin keatasnya karena orang memonopoli,” katanya.

Selama melakukan ekspor, Uden mengaku produknya itu tak pernah sampai dikembalikan lagi oleh pembeli. Karena pihaknya selalu memegang prinsip, ada barang baru ditawarkan. Dirinya juga selalu memastikan kualitas dari produk bisa selalu terjaga.

“Sediakan dulu barangnya, baru ditawarin. Jadi kita belum pernah kelabakan, sudah kontrak terus pusing cari kopi,” ungkap Uden.

Selama bekerjasama dengan petani, Uden mengaku hanya mengambil untung sebesar 15 persen.

“Untuk harga kopi kita lebih ke stabil. Kita ke buyer itu kita beli segini, ini harga proses kita, ini harga packaging kita, ini harga segini mau diambil enggak, akhirnya kita nego harga. Pembeli dan kita merasa diuntungkan dengan adanya sedikit profit,” paparnya.

Ketua Kadin Jawa Barat, Tubagus Raditya mengatakan, sangat mengapresiasi kepada para pengurus Koperasi Klasik Beans, yang awalnya para pencinta alam hingga menjadi pengekspor kopi ke beberapa negara, diantaranya ke Eropa.

“Bermula dari pencinta alam, menanam pohon di hutan yang rusak, hingga mengekspor kopi ke berbagai Negara. Hal ini perlu dijadikan contoh untuk masyarakat lainnya. Pasalnya, apabila kita menjaga alam, maka alam pun akan menjaga kita,” kata Raditya.

Saat ditanyakan terkait dorongan ekspor kepada para pelaku lainnya, Raditya pun mengatakan, saat ini ada beberapa permasalahan ekspor di Indonesia yaitu kualitas, kuantitas, kontinuitas dan kredibilitas.

Berbicara soal kuantitas, katanya, para petani saat ini bekerja secara sendiri. Sehingga, jika ingin melakukan ekspor, maka pera petani lainnya harus membuat kelompok petani agar jumlah produksinya bisa mencukupi untuk ekspor.

Kedua, lanjutnya, apabila ingin ekspor maka kualitas produk harus diperhatikan dan mampu memenuhi sejumlah sertifikasi yang dibutuhkan untuk ekspor seperti sertifikat organik dan lainnya.

“Ketiga kontinuitas yaitu kadang karena bekerja sendiri itu tidak bisa kontinui, satu kali aja, dikumpulin semua lalu berangkat. Nah untuk bulan depannya itu kadang enggak cukup kuantitasnya, nah itu jadi permasalahan,” jelasnya.

Tinggalkan Balasan