JAKARTA – Kejahatan siber mengancam masyarakat umum, tak terkecuali UMKM. Studi baru dari Cisco membeberkan 60 persen pelaku UKM di Indonesia mengalami pencurian informasi pelanggan oleh pelaku kejahatan siber. Bahkan, menurut studi itu 33 persen UKM di Indonesia mengalami insiden kejahatan siber dalam setahun terakhir.
Ketika UKM menjadi lebih digital, maka mereka menjadi target yang lebih menarik bagi pelaku kejahatan, karena bisnis digital menyebabkan terbukanya banyak informasi yang bisa menjadi sasaran empuk bagi peretas,” kata Direktur Cisco Indonesia Marina Kacaribu.
Marina membeberkan UKM yang sudah mengadopsi teknologi digital menghasilkan lebih banyak data, dan data-data ini sangat berharga bagi pelaku kejahatan.
“Hal-hal tersebut mendorong UKM untuk berinvestasi pada solusi dan kemampuan untuk memastikan mereka dapat menjaga bisnis mereka di bidang keamanan siber,” imbuhnya.
Studi juga menyebut hampir 29 persen UKM Indonesia yang mengalami serangan siber melihat bahwa alasan utama adalah karena solusi keamanan siber yang dianggap tidak memadai.
“Sehingga, tidak memadai mendeteksi atau mencegah serangan,” kata Marina.
Marina menyebut 21 persen menyebutkan bahwa alasan utama terjadinya serangan adalah tidak adanya solusi keamanan siber.
Director Cybersecurity, Cisco ASEAN, Juan Huat Koo mengatakan UKM di Indonesia yang mengalami insiden siber dan kehilangan data karyawan (63 persen), email internal (62 persen), informasi bisnis yang sensitif (60 persen), informasi keuangan (54 persen), dan kekayaan intelektual (54 persen).
Koo membeberkan untuk dapat memulihkan data UKM membutuhkan solusi yang mudah diterapkan dan digunakan, terintegrasi dengan baik satu sama lain.
“Dapat membantu mereka mengotomatisasi kemampuan seperti deteksi, pemblokiran, dan perbaikan insiden siber,” imbuhnya.
Koo menilai UKM butuh visibilitas yang jelas di seluruh basis pengguna dan infrastruktur IT mereka, termasuk cloud dan penerapan ‘as a service’.
“Dan mengambil pendekatan platform untuk keamanan siber,” bebernya.
Berdasarkan studi Cisco, hanya 17 persen responden di Indonesia yang mengatakan mereka dapat mendeteksi insiden siber dalam waktu satu jam. Jumlah responden yang mampu memulihkan insiden siber dalam waktu satu jam, bahkan lebih sedikit yaitu 12 persen.
“UKM harus bisa mendeteksi, menyelidiki, dan memblokir atau memulihkan sendiri insiden siber yang terjadi, dalam waktu sesingkat mungkin,” kata Koo.