Oleh: Annisa Salsabila Shafa, Kartika Wulandari Dewi, Sri Anggraeni Budiman
DAGING sapi sebagai sumber protein hewani sangat potensial selalu menjadi incaran masyarakat. Tingginya tingkat konsumsi daging sapi dan harganya yang mahal menjadi kesempatan untuk memalsukan daging sapi menggunakan daging hewan lain, seperti daging babi.
Di samping harganya relatif lebih murah, rendahnya tingkat konsumsi daging babi dibandingkan ketersediaannya menjadi alasan daging babi dipalsukan.
Seperti kasus yang baru terjadi di Bandung pada 2020 lalu, pemalsuan 63 ton daging babi dikemas menyerupai daging sapi dengan dibantu penambahan boraks.
Mungkin sebagian masyarakat sudah tidak asing lagi dengan kata ‘boraks’ atau natrium tetraborat (NaB4O7.10H2O).
Zat ini merupakan senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan.
Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptik.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif sehingga akan mengganggu kesehatan.
Beberapa gejala yang bisa ditimbulkan jika seseorang terpapar boraks adalah sakit kepala, demam, tidak enak badan, mual atau muntah terus-terusan, nyeri hebat pada perut bagian atas, diare lemah, lesu, dan tak bertenaga.
Dalam kasus yang lebih berbahaya akan menyebabkan gangguan lambung, usus, hati, bahkan gagal ginjal akut dan bisa menyebabkan kematian.
Pemalsuan daging babi menjadi daging sapi dilakukan dengan penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan membuat perubahan warna daging yang semula merah pucat menjadi merah segar karena sifatnya yang basa.
Rendaman boraks juga mengubah kekenyalan daging babi agar mirip seperti daging sapi. Hal ini menjadikan daging babi sangat menyerupai daging sapi. Daging babi berwarna merah pucat,
Mempunyai serat daging halus dan lemaknya berwarna putih, setelah dimanipulasi akan menyerupai daging sapi dengan ciri-ciri warna merah cerah, serabut daging halus tetapi tidak mudah hancur dan sedikit berlemak, serta tekstur daging yang masih segar terasa masih kenyal.
Melihat bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan boraks jika dikonsumsi, pemerintah mengatur larangan penambahan boraks sebagai bahan tambahan pangan dalam Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.