JAKARTA – Anggaran Pemilu 2024 yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp86,2 triliun harus dihitung ulang. Alasannya, harus mengutamakan prinsip efisiensi.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, pada prinsipnya, anggaran itu harus rasional, dan harus objektif. Termasuk efisien dan efektif.
Politisi PAN ini mengatakan, bahwa anggaran Pemilu 2024 melonjak lebih dari tiga kali lipat dari Pemilu 2019. Hal ini disebabkan tiga hal, yaitu honor petugas pemilu, infrastruktur kantor, dan operasional kendaraan.
Ia menjelaskan bahwa anggaran Pemilu 2014 sekitar Rp16 triliun, Pemilu 2019 sekitar Rp27 triliun, dan usulan anggaran Pemilu 2024 sekitar Rp86,2 triliun.
“Usulan anggaran untuk Pemilu 2024 artinya terjadi kenaikan lebih tiga kali lipat. KPU seharusnya bisa kreatif dan inovatif dalam merencanakan anggaran,” ujarnya.
Guspardi juga meminta KPU memperlihatkan kepekaan dengan kondisi pandemi COVID-19 dan kondisi ekonomi yang belum pulih harus juga menjadi pertimbangan KPU dalam mengusulkan anggaran Pemilu Serentak 2024.
Menurut dia, dalam sebuah diskusi beberapa hari lalu, Ketua KPU menyebutkan 70 persen dari total anggaran yang diusulkan itu untuk honorarium.
“Jika dikalkulasikan berarti Rp60 triliun tersedot hanya untuk honorarium. Karena KPU mengusulkan honor petugas badan ad hoc sesuai upah minimum regional (UMR) di daerah masing-masing,” katanya.
Ia mengatakan bahwa honor untuk panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) diusulkan dinaikkan sesuai dengan upah minimum regional (UMR) dari daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Guspardi menjelaskan bahwa melonjaknya anggaran Pemilu 2024 yang diusulkan KPU juga untuk pengadaan infrastruktur kantor yang bernilai sekitar Rp3,2 triliun.
“Namun, KPU sebenarnya tidak harus membangun kantor baru, bisa memakai gedung dan/atau gudang yang tidak dipakai pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota dan provinsi,” ujarnya.
Menurut dia, mengapa KPU tidak melakukan pendekatan kepada Menteri Dalam Negeri yang merupakan pembina kepala daerah sebagai fasilitator untuk mengomunikasikan kepada kepala daerah agar pengadaan kantor itu bisa dipinjamkan dari kepala daerah.
Selain itu, Guspardi mengatakan bahwa pengadaan mobilitas yang jumlahnya sekitar Rp287 miliar tidak sedikit sehingga kenapa juga tidak dimanfaatkan cara lain atau memanfaatkan mobil yang sudah ada.