JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa vaksin yang beredar di Indonesia, mulai dari Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, hingga Pfizer boleh digunakan, sehingga masyarakat tak perlu khawatir dan memperdebatkannya.
“Kita berharap masyarakat secara umum mematuhinya (program vaksinasi). Kalau MUI sudah memfatwakan, itu sudah tanggung jawab MUI. Membolehkan itu (vaksin) karena ada dasarnya. Karena kita melihat bahwa pencegahan melalui vaksin baru satu-satunya cara,” ujar Wakil Ketua Dewan Halal Nasional MUI Nadratuzzaman Hosen saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa (31/8).
Hosen mengatakan MUI tak semata-mata mengeluarkan fatwa tanpa didasari pada konteks yang sedang terjadi. Indonesia masih menjadi salah satu negara yang tingkat penularannya tinggi dan tak sedikit masyarakat meninggal akibat terpapar COVID-19.
Selain itu, salah satu upaya untuk menekan laju penularan serta kematian adalah dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan 5M serta mengikuti program vaksinasi. Sebab, vaksin menjadi satu-satunya upaya untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan apabila terpapar COVID-19, sekaligus menekan angka kematian.
Maka dari itu, apapun zat yang terkandung dalam vaksin boleh digunakan dalam keadaan darurat dan semata-mata sebagai ikhtiar dalam melindungi diri serta mengakhiri pandemi COVID-19.
“Jadi, ini kondisinya sudah bukan main-main lagi, sudah terang benderang dampaknya. Saya juga heran masyarakat masih mempertanyakan vaksin ini. Walaupun ini haram zatnya, tapi dibolehkan karena darurat dan ada hajat. Hajatnya apa? untuk mencegah. Karena dalam hukum Islam yang namanya perlindungan jiwa itu adalah nomor dua, sebelum perlindungan agama,” katanya.
Ia mencontohkan apabila seseorang terdampar di sebuah pulau dan hanya terdapat babi/celeng yang menjadi satu-satunya makanan, orang tersebut diperbolehkan memakannya selama dalam kondisi darurat dan menyangkut keselamatan nyawanya.
Berkaca pada hukum Islam yang dinamis itu, vaksin boleh digunakan demi keselamatan bersama serta memulihkan ekonomi yang kian terpukul.
“Sudah banyak orang terdampak, jadi ibaratnya multiefek negatif. Akibat ini (COVID-19) tuh banyak mudharat yang muncul, bukan hanya kematian, kondisi ekonomi juga membuat banyak masyarakat tak punya pekerjaan,” kata dia. (ANTARA)