JAKARTA – Sebanyak lebih dari 20 juta konten misinformasi yang ada di platform Facebook telah ditindaklanjuti, kata Kepala Kebijakan Misinformasi, Facebook Asia Pasifik Alice Budisatrijo.
“Kami sudah ‘take down’ lebih dari 20 juta konten misinformasi di dunia sejak Maret 2020,” kata Alice di webinar, Jumat (20/8).
Misinformasi mengenai Covid-19 yang paling banyak dihapus meliputi misinformasi mengenai obat-obatan Covid-19 hingga tes usap PCR. Pada umumnya, misinformasi seputar Covid-19 di berbagai negara berisi hal serupa. Misinformasi ini bertambah seiring perkembangan pandemi Covid-19.
Setelah negara-negara mulai menjalankan vaksinasi Covid-19, muncul pula misinformasi seputar vaksin.
“Misinformasi vaksin banyak sekali, tentang apakah vaksin aman, sudah dites atau belum, bisa mencegah betulan atau tidak,” ujar dia.
Misinformasi yang dianggap akan menyesatkan bakal dihapus. Proses untuk memutuskan apakah konten termasuk misinformasi memakan waktu bervariasi. Bila ada yang ditemukan oleh sistem sebagai konten yang melanggar aturan, konten tersebut bisa cepat dihapus setelah diunggah.
“Tapi kalau harus di-review pengecek konten, bisa memakan waktu,” katanya.
Misinformasi yang dimaksud adalah informasi salah yang disebar di platform, tapi ada kemungkinan itu disebar secara tidak sengaja. Sementara itu, disinformasi adalah informasi salah yang disebar secara sengaja.
Selain menghapus konten misinformasi yang dianggap membahayakan seperti video manipulasi ‘deep fakes‘ yang menipu atau konten menyesatkan yang bisa menghalangi partisipasi politik. Facebook juga mengurangi penyebaran konten yang melanggar aturan serta memberikan label dalam konten agar pengguna bisa memutuskan apakah informasi itu layak untuk dibagikan lagi atau tidak.
Pihaknya bekerjasama dengan 80 mitra pemeriksa fakta secara independen secara global, enam mitra di Indonesia, yang bekerja untuk 60 bahasa.
Alice menjelaskan mengapa tidak semua misinformasi secara otomatis dihapus, juga alasan mengapa Facebook tidak mengatur bahwa hanya informasi benar yang bisa diunggah di platform tersebut.
“Kami tidak bisa jadi penentu apa yang benar dan salah, kalau pun mau menentukan itu, kami harus tahu semua kebenaran di dunia ini dan itu tentu tidak mungkin,” katanya.
Para warganet diminta untuk kritis dan menahan diri untuk menyebarkan berita sebelum memastikan kebenaran informasi di dalamnya.