BANDUNG – Wakil Ketua Komisi I DPRD Jawa Barat (Jabar), Sabil Akbar menanggapi langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar soal penggunaan hotel bagi perawatan pasien COVID-19.
Menurutnya, keputusan itu mesti diambil setelah Bed Occupancy Rate (BOR) di Rumah Sakit rujukan COVID-19 meningkat drastis.
“Jadi masyarakat yang terdampak langsung dibawa ke hotel yang telah disediakan. Supaya lebih praktis saja sebenarnya,” ujar Sabil, Jumat (23/7).
Apabila menggunakan lahan maupun aset milik pribadi Pemprov, mesti dilakukan persiapan dan pembenahan sehingga memakan waktu. Namun, para pasien tidak dapat
menunggu dan harus segera mendapat perawatan.
Selain itu, tidak semuanya aset yang dimiliki Pemprov layak dijadikan sebagai tempat isolasi mandiri (isoman) atau penanganan pasien Covid-19 di Jabar.
“Pada akhirnya, Pemprov Jabar lebih memilih menggunakan hotel yang memang sudah dinyatakan siap untuk menangani pasien Covid-19 dengan gejala ringan,” ujarnya.
Sabil pun mengapresiasi kelompok maupun individu yang turut berpartisipasi menyumbangkan sarana prasarana untuk perawatan hingga pemulihan Covid-19.
“Banyak renovasi dan persiapan. Jadi lebih ke sikap kegotongroyongan yang lebih memungkinkan,” kata Sabil.
Disamping itu, dia juga memberi respon perihal mengubah bandara kertajati menjadi rumah sakit darurat COVID-19.
Menurutnya, hal itu membutuhkan anggaran yang besar dan membutuhkan banyak waktu.
“Kalau untuk memanfaatkan yang tadi (Kertajati) sebenarnya itu dengan sektor yang berbeda. Ke depan ngga mungkin kita hanya fokus dengan Covid-19 saja kepentingannya,” tuturnya.
Politisi asal fraksi Nasdem inipun kemudian menyebutkan bahwa belum melihat grafik naik-turun mobilitas masyarat sejak PPKM Darurat diterapkan. Dia belum mendapat statement resmi dari pemerintah pusat maupun daerah masing-masing.
“Tapi yang pasti idealnya itu PPKM kalau memang untuk menghindari sebaran memang harus diperpanjang. Walaupun dampak secara ekonomi berpengaruh di berbagai
sektor,” tutupnya. (boy)