Hari Anak Nasional, Masalah Kesehatan, Eksploitasi dan Kekerasan Masih Menghantui

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyoroti sejumlah persoalan klasik dalam berbagai persoalan anak Indonesia. Peringatan Hari Anak Nasional harus menjadi cambuk agar sejumlah masalah tersebut bisa diatasi.

Laporan UNICEF mengungkap persoalan anak Indonesia adalah stunting, obesitas hingga wasting (kekurangan nutrisi).

Diperkirakan ada 149,2 juta anak-anak yang mengalami stunting. Angka itu setara 22 persen anak-anak balita di dunia pada 2020. Jauh dari target pemerintah yang akan menurunkan hingga 14 persen.

Selain itu, ada 45,4 juta kekurangan nutrisi (wasting).UNICEF memprediksi jumlah anak-anak yang terdampak wasting sebetulnya 15 persen lebih banyak akibat COVID-19. Ada juga 38,9 juta anak mengalami kegemukan (overweight) akibat kebanyakan kalori dan kurangnya aktivitas.

“Ini masalah klasik yang semakin parah sejak Pandemi sebab fungsi Posyandu akhirnya tidak berjalan. Pemenuhan gizi yang baik adalah bekal daya tahan tubuh. Sehingga program ini seharusnya tetap bisa berjalan bahkan menjadi salah satu program penanggulangan Covid-19 dengan meningkatkan imunitas anak dengan asupan gizi,” paparnya.

Problem pekerja anak juga masih menjadi persoalan di Tanah Air. Jumlah pekerja anak di Indonesia mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada 2019.

“Pekerja anak di Indonesia karakteristiknya berhubungan dengan daerah masing-masing. Bali misalnya, angka pekerja anak perempuan lebih tinggi karena berkaitan dengan daerah. Sementara pekerja anak di Papua didominasi anak dengan tingkat pendidikan rendah artinya ada hubungan dengan pendidikan di sana,” sebut Mufida.

Kasus kekerasan terhadap anak juga meningkat sejak pandemi. Kementerian PPPA setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.

Kekerasan ini berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, perdagangan orang dan penelantaran.

Mufida menekankan, selani fokus pada persoalan penanganan Covid-19 pada anak, pemerintah bisa membagi fokus untuk mengurangi dampak persoalan anak yang masih menggunung.

“Apalagi selain persoalan Covid, sebenarnya itu adalah masalah klasik yang ternyata belum progress penurunan angka. Kita harapkan lintas sektor kementerian bisa membagi fokus agar generasi kita ke depan tidak menjadi lost generation apalagi ditambah pendidikan anak dipertaruhkan dengan sekolah masih tutup,” tandasnya. (Fin.co.id)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan