Zonasi Covid-19 Tak Lagi Pakai Warna, Sekarang Berbasis Positivity Rate

JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, daerah-daerah saat ini berebut nilai agar terlihat baik. Dengan kata lain, tidak berzona oranye atau merah. Caranya, tidak membuka hasil testing di wilayahnya.

“Kita tidak akan melihat (zona) merah, kuning, hijaunya berdasarkan kasus konfirmasi lagi, tapi berbasis positivity rate,” katanya.

Budi menambahkan, pihaknya juga terus mengantisipasi penularan varian Delta. Kemenkes mencoba menelaah provinsi mana saja yang berpotensi terjadinya lonjakan kasus akibat varian Delta itu.

“Ada lima provinsi di Sumatera dan dua provinsi di Kalimantan yang harus hati-hati,” katanya.

Budi menyebutkan, provinsi tersebut, antara lain, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Sementara itu, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono seide dengan rencana Kemenkes untuk mengubah zonasi penularan Covid-19.

“Menurut saya, riil data (Covid-19, Red) harus terukur. Berapa contact tracing itu yang menjadi kinerja kabupaten atau kota,’’ katanya tadi malam.

Yunis setuju bahwa daerah tidak perlu diwarnai lagi. Selama ini pewarnaan tersebut diukur dari sepuluh indikator. Perinciannya, 5 indikator dari aspek epidemiologi, 3 indikator dari aspek surveilans, dan 2 indikator dari aspek pelayanan kesehatan.

Dengan dihapusnya sistem zonasi yang berlaku selama ini, Pemda bisa berfokus untuk meningkatkan tracing. Selama ini tracing Pemda di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, masih rendah. Hanya DKI Jakarta yang tingkat tracing-nya relatif tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya.

Melalui sistem baru nanti, bisa terlihat pemda-pemda mana yang tracing-nya di atas rata-rata nasional. Juga bisa diketahui pemda mana saja yang tracing-nya di bawah rata-rata nasional.

Perlu Peningkatan Kapasitas Tracing

Yunis mengakui, sampai saat ini tracing yang relatif tinggi baru di DKI Jakarta. Yunis menuturkan, dengan skema baru nanti, pemda digenjot untuk meningkatkan kapasitas tracing.

“Terlepas dari berapa banyak kasus positif baru yang muncul. Karena itu memang realitas,”tuturnya.

Sesuai pedoman WHO, tracing dilakukan kepada 20 sampai 30 orang yang kontak erat dengan satu kasus positif Covid-19. Sementara itu, saat ini tracing di Indonesia rata-rata masih lima sampai delapan orang kontak erat. Menurut Yunis, ada sejumlah kendala ketika nanti tracing ditingkatkan. Yaitu, kendala SDM dan biaya. ’’SDM-nya tidak ada. Kalaupun ada, duit untuk membayarnya tidak ada,’’ katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan