Khawatir Ada Pergerakan Warga, Perberbedaan Jam Operasional Tempat Usaha Jadi Kendala

BANDUNG – Tim Gabungan Satgas Covid-19 Jabar melaksanakan penegakan disiplin protokol kesehatan (Prokes) di perbatasan Kota Bandung Raya.

Namun, dalam menegakkan prokes di kawasan aglomerasi Bandung Raya, petugas gabungan mengalami kendala yakni kebijakan antarpemda yang berbeda.

Kepala Satpol PP Jabar M. Ade Afriandi mengatakan, ada perbedaan jam operasional tempat hiburan, warung, kafe dan restoran di wilayah Bandung Raya.

‘’Hal itu dikhawatirkan akan memicu pergerakan warga terutama di wilayah perbatasan,’’ucap Ade dalam keterangannya, Minggu, (27/6).

Dicontohkan, untuk wilayah Kota Bandung jam operasional maksimal restoran atau tempat makan adalah pukul 19.00, sementara di Kabupaten Bandung masih boleh beroperasi hingga pukul 21.00.

Untuk mengantisipasi, petugas melakukan penyekatan di perbatasan agar tidak ada mobilisasi ke tempat rawan tersebut dari kota ke kabupaten.

“Kami akan lakukan penyekatan di perbatasan wilayah,  agar jangan sampai ada pergeseran warga ke wilayah lain dengan alasan jam buka restoran lebih malam,” ungkapnya.

Kemudian untuk mencegah kerumunan akibat jumlah pelanggar membeludak, dalam sidang di tempat petugas berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Bandung.

“Pelanggar akan kami sidang di tempat,  jika membeludak kami akan lanjutkan di PN Bandung besok harinya. Besaran denda tergantung dari persidangan nanti. Kami harapkan masyarakat patuh agar tidak terkena yustisi,” tutur Ade.

Ia menambahkan sanksi bagi pelanggar ditetapkan sesuai dengan Perda Nomor 13 tahun 2018 junto No 5/2021 dengan sanksi denda atau ancaman pidana kurungan.

Untuk diketahui, denda maksimal bagi perorangan senilai Rp5 juta dan bagi pelaku usaha Rp50 juta, ditambah kurungan 3 bulan.

Selain sidang di tempat, sidang pelanggaran yustisi juga akan  dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kota Bandung.

“Intinya bukan menakut-nakuti, tetapi memberikan efek jera dan pemahaman bahwa protokol kesehatan saat ini sangat penting dilaksanakan. Peningkatan kasus terjadi karena rendahnya kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan,” tuturnya. (red)

 

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan