JAKARTA – Kriminalisasi terhadap kegiatan seks yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah dengan orang lain dalam RUU KUHP masih menjadi perdebatan.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai revisi terhadap ketentuan mengenai pasal perzinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) patut dikaji dengan prinsip kehati-hatian.
Menurut dia, pihak yang kontra menilai RUU KUHP terlalu mencampuri dan memasung kehidupan pribadi seseorang yaitu negara telah melakukan intervensi kehidupan wilayah pribadi warga negaranya.
“Revisi terhadap pasal perzinaan dinilai sebagai ketentuan yang melanggar hak asasi manusia, dan karena itu mengancam demokrasi,” ujarnya, baru-baru ini dilansir FIN (Fajar Indonesia Network).
Sementara itu menurut dia, pihak yang pro menilai masalah perzinahan muncul dari “public demand” bukan pribadi atau keluarga maka diatur dalam UU, dan di banyak negara liberal, lazim terdapat hukum yang mengatur kegiatan pribadi.
Dia menjelaskan, pihak yang pro berpandangan dalam aktivitas seks, warga tidak boleh melakukan hubungan seks sedarah (incest), warga tidak boleh mengumpulkan foto-foto yang masuk dalam kategori “pornografi anak”.
“Dengan demikian, intervensi negara terhadap wilayah pribadi tidak pernah diharamkan,” ujarnya.
“Bahkan dalam masyarakat liberal yang menjadi kunci adalah alasan. Sebuah kegiatan pribadi yang dipercaya berpotensi menimbulkan efek negatif atau dipandang sebagai sebuah tindakan tidak bermoral, lazim dinyatakan terlarang,” tambahnya.
Didik menilai, kriteria yang harus dipenuhi dalam kebijakan kriminalisasi terhadap perilaku menyimpang harus memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai perbuatan pidana.
Antara lain, pertama, perbuatan yang akan dikriminalisasikan adalah perbuatan yang melanggar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat seperti adat istiadat, kesusilaan dan agama.
Karena itu menurut dia, setiap kebijakan kriminalisasi juga harus dipastikan telah sesuai pandangan hidup bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat, berdasar alasan yang bersifat filosofis, sosiologis dan yuridis dengan berlandaskan kepada norma agama, adat istiadat dan kesusilaan masyarakat. (khf/fin)