BANDUNG – Lembaga Survei Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) merilis hasil survei perihal toleransi di 9 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Hasilnya, masyarakat Jawa Barat (Jabar) cenderung mendukung figur pemimpin beragama muslim.
“Politik identitas di Jawa Barat itu masih tinggi. Publik di Jabar masih belum bisa menghapus itu,” ujar Peneliti senior IPRC Feri Kurniawan disela-sela acara “Toleransi dan Radikalisme di Jawa Barat: Ekspos Survei di 9 Kabupaten/Kota se-Jabar” di Hotel Aston Pasteur, Rabu (9/6).
Publik di Jabar tidak bersedia apabila dipimpin oleh presiden yang bukan beragama islam. Persentase ketidaksetujuan tersebut mencapai 66.9 persen.
Sedangkan 27.3 persen menjawab tak mempersoalkan apabila dipimpin presiden yang berasal dari kalangan non-muslim.
Selain figur presiden, publik Jabar selanjutnya, juga tidak setuju jika Gubernur Jawa Barat beragama non-muslim, dengan persentase sebesar 64.4 persen.
Mayoritas masyarakat Jawa Barat pun berpandangan, pentingnya peran pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap antar pemeluk agama dan kenyamanan dalam beribadah.
Dalam paparan awal ekspose, disampaikan bahwa sampel dalam survei ini berjumlah 400 orang dengan menggunakan metode penarikan sampel melalui multistage random sampling.
Response rate sebanyak 396 responden dan margin of error rata-rata sebesar ± 5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Beberapa tolok ukur yang menjadi acuan pengambilan kesimpulan IPRC diantaranya, hubungan sosial, hubungan keagamaan dan nilai sosial.
Adapun tujuan IPRC melakukan survei untuk mengetahui seberapa toleran masyarakat Jawa Barat, yaitu menindaklanjuti hasil dari lembaga survei lainnya yang menyatakan bahwa Jawa Barat sebagai daerah paling tinggi soal intoleransi atau sikap pelarangan terhadap berkeagamaan dan berkeyakinan.
Survei IPRC ini dilakukan di 9 kabupaten/kota di Jawa Barat, yakni Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Tasik, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Cirebon. (mg1)